Sabtu, 15 Mei 2010

Hak dan Kewajiban dalam Persaudaraan

Hak dan Kewajiban dalam Persaudaraan
Tahap 1
1. Menyebarkan dan menjawab salam
2. Menjawab panggilannya
3. Menasehatinya
4. Mendoakan saat bersin jika ia mengucapkan hamdalah
5. Menjenguknya jika ia sakit
6. Mengiringi jenazahnya
7. Menolong orang-orang yang dizhalimi dan menzhalimi
8. Memudahkan atau menghilangkan kesusahannya
9. Menjauhi hal-hal yang tidak disukainya
10. Menutupi aibnya atau tidak menyebarkan aibnya

Tahap 2
1. Memberi bantuan harta jika ada kelebihan
2. Menempatkan saudaranya setingkat dengan dirinya
3. Menempatkan saudaranya lebih dahulu daripada dirinya
4. Membantu ketika diminta sesuai dengan kemampuan kita
5. Membantunya tanpa harus diminta
6. Mendahulukan membantunya sebelum menyelesaikan urusan pribadi kita
Tahap 3
1. Tidak mencela dan mencaci saudara kita
2. Tidak meng-ghibbah dan mengadu domba
3. Menjaga rahasianya
4. Berkata-kata yang baik dalam segala urusannya
5. Menanggapi keluhannya (empati)
6. Memanggilnya dengan nama yang paling disukainya
7. Memujinya dan berterima kasih pada sekecil apapun kebaikannya
8. Menghindari atau melarang orang-orang yang meng-ghibbahnya
9. Mengajari dan menasehatinya
10. Memaafkan segala kesalahannya
11. Mendoakan dia dan keluarganya
12. Selalu berprasangka baik padanya
13. Meringankan, tidak menyulitkan dan tidak membebaninya
14. Semuanya dilakukan dengan ikhlas karena Allah bukan karena makhluk
Internalisasi nilai-nilai persaudaran, begitu banyak ilmu yang ada dalam otak ini tentang begitu pentingnya persaudaran ibarat sebuah kapal yang masih memakai dayung, bayangkan jika untuk menggerakkannya membutuhkan 20 orang,mereka mendayung dengan arah yang berlainan 10 orang ke arah timur dan 10 orang lainnya ke arah barat, tentunya tidak akan pernah sampai pada tujuan. Kapal seperti sebuah organisasi (karang taruna, Universitas, Diknas, DPD, DPRD, DPR dll) tidak akan pernah mencapai tujuan dan cita-cita besar sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 sebagai tujuan nasional yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa guna membangun peradaban jika nilai-nilai persaudaraan belum terinternalisai pada setiap individu dalam level apapun. Sistem pendidikan dan sosial kita tidak pernah mengarahkan untuk menuju ke sana, semakin tingginya tingkat teknologi dan semakin majunya zaman setiap orang semakin merasa terpisah dengan orang disekitarnya, ya…zaman dan budaya instanisasi inilah yang memicu munculnya sikap individualistis dan egosentris yang yang terpelihara. Setiap orang sibuk dengan dirinya sendiri tanpa harus peduli “care” dengan orang lain pahadal titik awal dari perubahan besar sebuah bangsa adalah “peduli” sebagaima Rasulullah SAW membangun peradaban memulainya dengan “peduli”, beliau tidak akan pernah bertahanus (kontemplasi) di gua hira jika tidak ada “peduli”. Peduli terhadap orang-orang yang ada disekitarnya, peduli terhadap masyarakatnya, peduli terhadap kondisi bangsanya. Kepedulian ini yang sepertinya telah hilang di abad modern ini, kita sudah tidak peduli lagi dengan saudara-saudara kita, kita sudah tidak peduli lagi dengan hak dan kewajibannya kita terhadap saudara kita, salah satunya Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al hujurat bahwa jika saja setiap muslim memberikan hak saudaranya berupa tidak pernah berprasangka buruk kepada saudara dan jika semisal ada informasi jelek tentang keburukan saudaranya ia pasti mendahulukan prasangka baik terhadap saudaranya sebelum hal itu menjadi jelas dan terang dengan mengkomunikasikan langsung kepada saudaranya atau orang yang dekat dengannya. Prinsipnya adalah kejelekan saudara kita adalah kejelekan kita pula, karena muslim yang satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan, muslim yang satu dengan muslim yang lainnya seperti sebuah cermin, setiap muslim pasti akan selamat dari kejelekan tangan dan mulut muslim lainnya. Indahnya persaudaraan adalah persaudaraan tidak akan pernah bisa dibatasi oleh waktu, tempat dan ruang dimanapun dia berada. Jika kita melihat secara global persaudaraan tidak pula dibatasi oleh agama, budaya, status dan keturunan. Mari kita lihat,, awal penciptaan manusia adalah Nabi Adam. Allah menciptakan Nabi Adam yang merupakan bapaknya manusia setelah itu Allah menciptakan Hawa sebagai ibunya manusia. Nah, kalau dilihat dari sisi ini maka semua manusia yang ada di jagad ini adalah saudara karena berasal dari ayah dan ibu yang sama (Adam dan Hawa), orang-orang Arab, Malaysia, Cina, Inggris, Brazil, India, ethopia, sudan, Aljazair, perancis, semuanya adalah saudara kita. Saat kita mengubah paradigma ini maka “senyuman” Hidayah akan bisa mengubah semuanya, setiap orang memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan petunjuk, karena Allah telah menyebarkan petunjuknya di bumi, tinggal siapa yang akan mengambilnya atau siapa yang akan mengantarkan petunjuk itu. Namun harus ditegaskan pula bahwa, konsepsi persaudaraan seperti ini memilki perbedaan dalam hak dan kewajiban jika saudara yang kita maksud adalah sesama muslim karena persaudaraan yang hakiki dan kuat adalah persaudaraan karena iman dan akidah, artinya tetap harus adalah nilai lebih (istimewa) perlakuan kita terhadap sesama muslim dari pada selainnya, selama keistimewaan itu tidak melewati konsepsi keadilan yang telah ditetapkan dalam Islam, keadilan politik, keadilan hukum dan keadilan sosial, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW yang terabadikan dalam konsensus bernama “Piagam Madinah”. Perlakuan istimewa (selama tidak melanggar prinsip kemanusian) ini dapat dimaklumi, karena saat kita membaca tafsir Al-fatihah kita akan menemukan bahwa umat islam memang mendapatkan perlakuan istimewa dari Allah SWT, dilihat dari penggunaan kata Rahman dan Rahim, kata Rahman menunjukkan bahwa Sifat Pengasih Allah terlimpahkan pada siapapun (setiap makhluknya) tanpa mendikhotomikan antara muslim dan kafir, artinya kalau mau diskorkan, kafir 1 dan muslim 1. Namun pada kata Rahim, implementasi sifat Allah ini hanya berlaku pada umat Islam, berarti skor 1 lagi buat muslim (2-1). Di sinilah Allah memberikan pelajaran kepada kita bahwa kepada setiap manusia kita harus menatap mereka dengan tatapan saudara universal (nilai-nilai humanis) sedangkan untuk setiap muslim kita memiliki ikatan yang istimewa, maka perlakuan kita harus lebih baik. Seperti pada saat kita menerima tamu akan sangat beda pelayanaanya jika kita menerima tamu yang biasa saja disbanding saat kita menerima tamu istimewa, dan itu adalah naluri….lihatlah saudara kita bahwa dia adalah “istimewa”, maka kita akan memperlakukannya secara “istimewa”. Saat paradigma kita telah berubah tentang arti sebuah persaudaraan, maka terbawa pula implementasinya dalam kehidupan kita. Bawalah paradigma ini disetiap langkah aktivitas kita, karena pasti kita akan dihadapkan pada “benturan” dan “virus” persaudaran. Perbedaan, konflik, kebencian, perasaan, ketidaksenangan apalagi hanya karena materi, tidak menjadikan kita menghilangkan kata persaudaraan dalam kamus kehidupan kita. Ada pepatah mengatakan “akan lebih mudah memiliki 1000 orang teman dibandingkan jika memiliki 1 orang musuh, karena 1 orang musuh sudah cukup merepotkan dan juga 1 musuh bisa merubah 1000 teman menjadi musuh saya”. Semakin banyak jumlah saudara kita maka peluang untuk masuk surga semakin besar pula, karena banyaknya saudara kita yang selalu mendoakan kita. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Iqra'

  • Petunjuk jalan
  • Paradigma Alqur'an
  • Menuju jama'atul Muslimin
  • Laskar pelangi
  • Dakwah salafiyah dakwah bijak
  • Benturan Peradaban