Wacana tentang konstitusi KAMMI kembali mencuat, kali ini bersumber dari KAMMI komisariat Ahmad Dahlan. Setelah mengadakan muskom selama 3 hari lahirlah sebuah keputusan yang dianggap sangat kontroversial, pemilihan ketua umum komisariat katanya melanggar konstitusi karena pada pasal 24 ayat 5d dalam Anggaran Rumah Tangga disebutkan bahwa yang dapat menjadi ketua umum minimal berstatus AB II, sayang seribu sayang ternyata pada saat muskom yang terpilih sebagai ketua umum berstatus AB I, padahal saat itu kader AB II begitu banyak (katanya kalau lebih dari 2 artinya banyak, lebih dari 3 jadinya begitu banyak…). Tanya kenapa? Wacana ini menjadi menarik jika kita bisa menggali dari 2 sisi saja, pertama sisi konstitusi dan kedua sisi kaderisasi. Akan menjadi tidak produktif saat wacana hanya melihat pada tingkat lokal, marilah kita acungkan dua jempol kepada komisariat Ahmad Dahlan yang telah menciptakan momentum, momentum perubahan KAMMI secara nasional, dengan adanya peristiwa ini, muncul sebuah mimmpi besar dan harapannya gaung wacana yang telah menyebar kemana-mana mampu ditampung oleh KAMMI Daerah, KAMMI Wilayah dan KAMMI Pusat serta KAMMI di seluruh Indonesia. Sekarang sudah saatnya KAMMI mulai konsisten terhadap penegakkan konstitusi, jangan hanya karena ada kepentingan dan persoalan emosional belaka, kadang-kadang konstitusi sering dijadikan topeng untuk “memenjarakan” para pelanggar konstitusi, tidak hanya di KAMMI namun sama halnya di tingkat nasional. Betapa sulit jika konstitusi dijadikan seperti karet yang bisa diitarik kemana-mana, tergantung pada siapa senjata konstitusi ini akan dipakai. Di satu saat kita sering berkoar-koar tentang penegakkan konstitusi namun di waktu lainnya kita sering memaklumi pelanggaran terhadap konstitusi yang sudah jelas dihadapan kita, mengapa? Marilah kita secara konsisten menjadi pejuang yang selalu mengawal konstitusi, tidak ada tebang pilih dalam penodaan terhadap konstitusi (kalau KPK katanya masih tebang pilih/ pilih buluh…) siapapun itu jika melanggar konstitusi maka harus disucikan, momentum ini lebih mendekatkan kader kepada konstitusi, kader KAMMI lebih mengenal dan familiar dengan konstitusinya serta kader tersadarkan bahwa jangan pernah mengubah “wajah” konstitusi menjadi beberapa wajah, karena wajah konstitusi hanya satu…mari konsisten menjadi pejuang konstitusi. Berikut ini saya tampilkan dua tulisan dalam milis KAMMI berkaitan dengan polemik konstitusi.
1. Pelantikan KAMMI Wilayah
Pendapat 1
Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan informasi langsung dari para Ketua Umum KAMMI Wilayah yang baru terpilih yaitu Saudara Andriyana (Ketum KAMMI Wilayah Jawa Barat) dan Saudara Catur Agung (Ketum KAMMI Wilayah Jawa Timur) tentang penolakan Ketua Umum KAMMI Pusat untuk mengesahkan keberadaan mereka berdua termasuk menolak mengakui pelaksanaan Musyawarah Wilayah (Muswil) yang telah dilaksanakan oleh kedua KAMMI Wilayah tersebut.
Alasan Ketua Umum mengeluarkan penolakan tersebut adalah karena pelaksanaan Muswil dilakukan sebelum Mukernas. Ketua Umum berpendapat bahwa pelaksanaan Muswil seharusnya dilakukan pasca Mukernas. Oleh karena itu, atas dasar tersebut hasil Muswil KAMMI Wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur dianggap tidak sah.
Pendapat Ketua Umum tersebut bisa kita kaji, apakah memang sesuai dengan kostitusi ataukah justru melanggar konstitusi yang telah kita tetapkan.
Dari dua dasar tersebut setidaknya cukup untuk membuktikan bahwa Ketua Umum KAMMI Pusat tidak mengetahui secara mendalam konstitusi KAMMI. Hal ini dibuktikan dengan penolakan Ketua Umum atas pengesahan Muswil KAMMI Jabar dan Jatim beberapa hari yang lalu. Penolakan tersebut didasarkan pada pelaksanaan Muswil seharusnya dilaksanakan pasca Mukernas. Padahal dalam konstitusi disebutkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Muktamar. Jadi, dengan sendirinya sebagai contoh, ada KAMMI Wilayah X yang melaksanakan Muswil sebulan setelah Muktamar maka itu tetap dianggap sah, karena tidak melanggar konstitusi. Walaupun Pelaksanaan Mukernas belum dilaksanakan oleh Pengurus Pusat.
Hal ini dikarenakan, dalam konstitusi KAMMI tidak disebutkan bahwa pelaksanaan Muswil harus dilaksanakan setelah Mukernas. Adapun payung hukum seperti Peraturan Ketua Umum, dll hal itu tidak ada dalam konstitusi. Oleh karena itu, pernyataan Ketua Umum melanggar konstitusi yang telah ditetapkan pada waktu Muktamar kemarin.
Pendapat 2
Interpretasi terhadap konstitusi AD/ART bahwa pengurus wilayah harus terbentuk paling lama 3 bulan paska Muktamar, sementara itu pusat berpikir wilayah akan dibentuk setelah ada juklak dan juknis yang perlu disepakati dalam Mukernas...
Pertanyaannya, sebagai sebuah struktur baru, untuk pertama kalinya siapa yang harus membentuk Kamwil? Dalam AD/ART yang ada sekarang, aturan yang ada adalah pada situasi normal. Memang ada aturan musyawarah wilayah, tapi siapakah yang menyelenggarakan muswil ketika belum ada pengurus wilayah, apakah pengurus teritorial? Tentu tidak, karena pengurus teritorial sudah tidak ada setelah muktamar berlangsung, pengurus teritorial yang dulu, yang notabene pengurus kammi pusat yang lama jelas sudah tidak ada lagi secara konstitusi di sinilah letak diperlukannya aturan main (juklak/juknis) yang belum ada itu..
Sehingga dalam konteks hierarkis struktural, yang paling memenuhi logika konstitusional untuk membentuk wilayah adalah Kammi Pusat. Tapi dalam praksis bisa dibentuk tim persiapan yang melibatkan pusat dan daerah, bukan teritorial yang sudah dihapus dalam hierarkis struktural KAMMI.
Membaca hasil muktamar terutama pada aspek rekomendasi muktamar untuk internal, disitu disebutkan mengenai listing kammi wilayah..ada sekitar 17 wilayah..namun jika membaca listingnya ada 2 hal yang belum dipastikan :
a. Untuk tiap wilayah, Kammi daerah (kamda) mana saja yang akan bergabung di Kamwil terkait..karena disitu hanya menyebutkan nama kamwilnya saja..misalnya kamwil Riau, maka Kamda mana saja yang masuk dalam kamwil Riau..dan seterusnya..
b. Terkait syarat kamwil dalam konstitusi AD/ART adalah minimal 2 Kamda..Namun ada sejumlah Kamwil yang sepertinya hanya satu kamda, seperti Kamwil Sumbar, Banten, Kalbar, Kaltim..Artinya peru inerpretasi kembali mengenai rekomendasi kepastian jumlah Kamwil...
Melihat dan membaca situasi AD/ART, aturan main dan listing Kamwil, sangat terlihat keberadaan dan pembentukan Kamwil perlu sekali ada aturan main yang disepakati secara nasional dan forum yang paling kredibel/konstitusional untuk menginterpretasikan hal ini adalah Mukernas. Dengan penjelasan diatas, menanggapi klaim pelaksanaan muswil yang sudah berlangsung di Jabar dan Jatim :
1.Bahwa "klaim"musyawarah wilayah di jabar dan jatim belum memiliki dasar pijakan aturan yang disepakati secara nasional. Karena itu bisa dibatalkan demi hukum, selain itu pembentukan wilayah (jabar dan jatim) untuk pertama kalinya tidak memenuhi logika hierarkis struktural organisasi karena bisa dikatakan tidak sah. Selain itu logika organisasional yang digunakan untuk muswil Jabar (terutama) dan Jatim kurang memenuhi implementatif secara nasional. Saya sarankan, hasil yang sudah ada dari muswil itu dipending dulu sampai ada aturan yang disepakati secara nasional mengenai kamwil untuk pertama kalinya.
2. Interpretasi yang disampaikan pada pendapat 1 kurang memenuhi logika hukum, historis, dan politik organisasional, terutama pada aspek/tahap awal pembentukan sebuah struktur baru..karena itu jangan terburu-buru menyimpulkan ketua umum PP Kammi melanggar konstitusi.
2. Independensi dalam Konstitusi KAMMI.
Pendapat 1
Perdebatan soal independensi sudah lama terjadi di KAMMI. Namun menjadi panas kembali, ketika kemarin Sdr Rahmantoha (Ketum KAMMI) dan Fikri Azis (Sekjend KAMMI) periode 2008-2010 dimakzulkan dengan tuduhan melanggar konstitusi karena tidak independen. Kehadiran Ketum pada acara Deklarasi Mega-Pro yang sekaligus di daulat untuk memberikan orasi tentang neo-liberalisme dalam dunia pendidikan di putuskan oleh MPP sebagai kesalahan fatal dan karena itulah harus di-impeach.
Kata "Independen" dalam konstitusi KAMMI tersebut dalam Pasal 5 Anggaran Dasar, tentang Sifat Organisasi yakni "Organisasi ini bersifat terbuka dan independen". Sementara maksud dari kata terbuka dan independen tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam AD. Namun didalam konstitusi KAMMI yang lain yaitu GBHO, pada Bab III terdapat penjabaran tentang Posisi KAMMI. Pada pasal itu disebutkan dalam pasal 9 "Generasi muda adalah generasi yang bersifat idealis dengan cita-cita terhadap bangsanya. Generasi muda adalah generasi yang selalu kritis terhadap kondisi yang stagnan (status quo). Maka KAMMI bekerjasama dengan seluruh elemen gerakan mahasiswa dan gerakan kepemudaan dalam kesamaan prinsip komitmen kebangsaan yang tulus, bukan karena kepentingan politik pragmatis".
Pasal yang relevan dengan bahasan independensi adalah pasal 14 tentang KAMMI dan Partai Politik, dijelaskan bahwa: "KAMMI menyadari potensi politik KAMMI sebagai gerakan mahasiswa. Ekspresi gerakan KAMMI adalah ekspresi moral yang berdimensi politik, dan ekspresi politik yang berdasar pada prinsip moral dan intelektual. Sebagai gerakan politik yang berbasis moral, KAMMI tidaklah berpolitik pragmatis yang berorientasi kekuasaan baik bagi gerakan maupun kadernya. Tetapi, konsistensi KAMMI terhadap prinsip tersebut tidak akan menyebabkan KAMMI berjauhan dan antipati dengan Partai Politik yang bekerja dalam ranah politik praktis. Dalam bingkai independensinya, KAMMI akan siap bekerja sama dengan mereka yang menurut KAMMI masih mengedepankan intelektualitas, nurani, dan kepeduliannya pada rakyat dalam berpolitik.
Semua mengetahui bahwa potensi politik KAMMI sangatlah besar. Dapat dikatakan saat ini gerakan mahasiswa yang paling mampu membuat gerakan yang massif di Indonesia salah satunya adalah KAMMI. Sehingga sangat wajar jika setiap sikap langkah politik KAMMI akan sangat diperhitungkan. Dan tentu semua mafhum, dalam politik setiap sikap politik yang diambil pastilah memiliki implikasi. Dan konsekuensi atasnya pasti ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan.
Sikap konsisten KAMMI tolak neo-lib sejak tahun 2002 setahu saya tidak datang dari ruang hampa, atau bahkan by order. Sikap tersebut diambil dari proses diskusi yang panjang dengan referensi intelektual yang sangat memadai. Terlebih lagi itu didasari dari Prinsip Gerakan yaitu "Kebatilan adalah musuh abadi KAMMI".
Kembali soal independensi, memang sampai hari ini belum ada ketegasan dan kata sepakat 100% tentang maksud independensi. Karena itulah selalu ada multitafsir dan perspektif tentang independensi. Bagi Ketum, hadir ke acara Mega-Pro adalah bentuk komunikasi politik, menghadiri undangan, dan didasari kesamaan visi dan agenda tolak neo-lib. Dan jelas-jelas dalam orasinya Ketum menegaskan "ini bukan soal dukung mendukung,....bila ternyata Pak Prabowo ternyata neolib juga maka KAMMI akan menjadi yang terdepan menolaknya". Sebagai bentuk komunikasi politik dan kewajiban menghadiri undangan bila diundang JK-Win atau SBY-Boediono dan ada visi, kesamaan prinsip komitmen kebangsaan dan agenda yang sama semisal menghusung ekonomi kerakyatan, maka KAMMI juga akan datang. Karena sesuai GBHO pasal 14 disana dijelaskan secara gamblang bahwa "....konsistensi KAMMI terhadap prinsip tersebut tidak akan menyebabkan KAMMI berjauhan dan antipati dengan Partai Politik yang bekerja dalam ranah politik praktis. (justru) Dalam bingkai independensinya, KAMMI akan siap bekerja sama dengan mereka yang menurut KAMMI masih mengedepankan intelektualitas, nurani, dan kepeduliannya pada rakyat dalam berpolitik". Jadi dari pasal tersebut, saya menafsirkan tak ada larangan bagi KAMMI untuk bermuamalah dengan partai politik manapun selama tidak melanggar prinsip. Jadi sikap yang diambil oleh ketua KAMMI Pusat sama sekali tidak bisa dikatakan mencederai independensi.
Pendapat 2
KAMMI pusat dengan sengaja mengarahkan dukungan organisasi untuk condong pada pasangan ini. Dengan hadirnya pada deklarasi ini saja, hal tersebut sudah termasuk ke dalam bentuk dukungan. Secara resmi KAMMI pun belum pernah mengeluarkan pernyataan sebagaimana yang dikatakan oleh Sdr. Rahmantoha terkait adanya kesamaan visi KAMMI dengan pasangan Mega-Pro. Landasan pernyataan yang diambil dengan menganggap pasangan Mega-Pro merupakan pasangan yang Anti-Neolib pun belum pernah ada kesepakatan nasional atas hal ini. Atas dasar itu, Ketua AKMMI Pusat bertindak diluar organisasi dan menunjukkan overlapping dalam mengambil keputusan organisasi. Dengan langkah dan pernyataan politik, maka hal ini melanggar Anggaran Dasar KAMMI Pasal (5), yaitu “Organisasi ini bersifat terbuka dan independen”.
Ketua KAMMI Pusat mengatakan kepada publik bahwa kami di sini (KAMMI,red) mempunyai satu visi dan satu misi dengan pasangan Mega-Pro. Hal ini jelas merupakan bentuk pengkerdilan visi organisasi. Ketua KAMMI menempatkan visi organisasi hanya dalam level anti neo-liberalisme dengan pasangan Mega-Pro yang juga belum jelas anti neo-liberalismenya di sebelah mana? Walaupun dalam kampanye-kampanyenya selalu menjual jargon anti neoliberalisme tetapi apabila kita telusuri lebih dalam khususnya kepemimpinan Megawati Soekarnoputri pada beberapa tahun yang lalu, sangat jelas kontradiktif dengan jargon kampanye yang dijualnya sekarang. Sangat kerdil ketika mengatakan bahwa KAMMI mempunyai satu visi yang sama dengan pasangan ini. Oleh karena itu, pernyataan politiknya melanggar Anggaran Dasar Pasal (6) tentang visi KAMMI yaitu “ Wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami”. Oleh karena itu Ketua KAMMI Pusat harus mundur karena melanggar konstitusi.
Dua tulisan di atas menggambarkan bahwa di KAMMI polemik dan dialektika tentang konstitusi sudah biasa terjadi dan ini merupakan salah satu kelebihan KAMMI yang mampu melahirkan budaya kritis dalam hal wacana, kultur seperti inilah yang mungkin sudah kurang pada mahasiswa sekarang ini. Tradisi ilmiah beradu argumentasi sama sekali tidak bisa dijustifikasi sebagai bentuk perpecahan apalagi permusuhan, tapi sebagai bentuk pengayaan wacana, berlatih menguatkan argumentasi dan melihat persoalan lebih komprehensif serta strukturisasi pikiran. Ulama-ulama dulu telah mencontohkan hal ini, Abu bakar sering berbeda pendapat dengan Umar, ibnu Abbas memiliki pandangan yang berbeda dengan ibnu Umar, Imam malik berbeda penafsiran dengan Imam syafi’I dan Imam Ahmad yang masih merupakan salah satu murid beliau tapi semua perbedaan penafsiran tersebut memiliki landasan argumentasi yang kuat, tradisi ilmiah dibangun dengan ukhuwah Islamiah (persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI), tetap dengan mengutamakan etika dan adab islami dalam menanggapi hal-hal yang berbeda. Mari kita lihat bagaimana Imam Al-ghazali menanggapi perbedaan dalam masalah filsafat yang ketika itu telah merembet ke wilayah akidah, artinya kalau kita melihat bahwa perbedaan ini tidak mungkin lagi bisa ditolelir, tapi toh Imam Al-ghozali tetap mengedepankan prinsip-prinsip persaudaraan karena Allahlah yang telah mengikat setiap muslim dengan aqidah. Imam Al-ghozali mengembangkan tradisi ilmiah dengan menulis buku tentang kesesatan filsafat untuk mengkounter buku yang di tulis oleh ibnu rusyd dan al farabi, polemik menjadi menarik karena wacana di kounter dangan wacana (buku dengan buku, tulisan dengan tulisan) yang tetap berpijak pada iman dan ukhuwah, manajemen polemik seperti inilah yang memberikan begitu banyak sudut pandang pemikiran dan keluwesan dalam mengambil sikap, artinya jika tidak terjadi perbedaan penafsiran antara para ulama maka sumber untuk menentukan sikap akan sangat “bulat” tidak ada alternatif pilihan bersikap, hanya ada A tidak ada pilihan B, C dan D, sehingga benar dikatakan oleh Umar bin Abdul Aziz “perbedaan adalah rahmat”, karena perbedaan itu membuat agama menjadi mudah dan sesuai dengan zaman. Sekali lagi, polemik konstitusi KAMMI merupakan salah satu bentuk kontribusi KAMMI membangun peradaban, karena titik awal untuk membangun peradaban adalah dengan membudayakan tradisi ilmiah yang dapat dibentuk melalui “diskusi” pendalaman dan pengayaan wacana. Polemik ini dapat muncul karena adanya wilayah-wilayah yang masih menjadi perdebatan dan perbedaan penafsiran dalam memahami teks konstitusi KAMMI dalam setiap pasalnya, namun apakah semua yang terdapat dalam setiap kata dari konstitusi memberikan peluang untuk ditafsirkan dan berbeda? Ataukah ada bagian dari konstitusi yang sudah baku dan tidak adanya ruang perdebatan dan penafsiran? Untuk memudahkan pemahaman kita terhadap hal tersebut, alangkah baiknya jika kita buka kembali file dalam otak kita (kalau masih ada filenya, apa otaknya sudah diinstal ulang???) tentang konsep tsawabit dan mutaghayyrat, agar lebih efisien kita mengambil konsep dari salah satu gerakan Islam terbesar dunia yaitu Ikhwanul Muslimin (lihat lampiran).
Terakhir, saya akan menutup tulisan ini dengan menampilkan beberapa bentuk pelanggaran terhadap konstitusi KAMMI yang sering terlupakan atau sengaja dilupakan oleh kader KAMMI dalam level apapun, sekali lagi ini hanyalah sebuah bentuk penafsiran…
Indikasi-indikasi penodaan konstitusi:
1. Dalam Anggaran Rumah Tangga bagian II tentang syarat-syarat keanggotaan menyebutkan bahwa yang dapat diterima menjadi anggota biasa adalah mengajukan permohonan dan menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti AD/ART serta ketentuan/peraturan organisasi lainnya kepada pengurus komisariat setempat (pasal 4 ayat 1c). selanjutnya dinyatakan, yang dapat ditetapkan menjadi anggota biasa adalah memenuhi persyaratan yang tertulis pada pasal 4 ayat 1c, artinya mahasiswa tidak dapat ditetapkan menjadi anggota biasa jika belum mengajukan permohonan dan menyatakan secara tertulis untuk mengikuti aturan-aturan yang ada di KAMMI nantinya, selain harus mengikuti DM1 dan dinyatakan lulus. Masih pula dalam pasal ini dinyatakan bahwa seseorang mendapatkan predikat AB1 jika telah lulus sertifikasi AB1, jadi patokannya bukan setelah mahasiswa mengikuti DM1 kemudian langsung mendapatkan predikat AB1, namun terlebih dahulu harus disertifikasi yang biasanya dilakukan 6 bulan setelah DM1. Begitu pula status AB II, untuk mendapatkan status AB II apabila telah dinyatakan lulus sertifikasi IJDK AB II, jadi dalam pasal ini (pasal 4 ayat 3) tidak serta merta setelah kader mengikuti DM II langsung dinyatakan menjadi AB II. Terkecuali untuk AB III yang langsung mendapatkan status AB III jika telah mengikuti DM III dan dinyatakan lulus. Peraturan ini masih banyak dilanggar…
2. Dalam ART pasal 7 tentang kewajiban anggota disebutkan dalam ayat 1 bahwa anggota biasa mempunyai kewajiban; tunduk dan patuh kepada AD/ART dan peraturan organisasi lainnya (1b) dan membayar uang pangkal dan iuran anggota. Dalam pasal ini ditegaskan kembali, setelah sejak awal mahasiswa yang ingin masuk ke KAMMI secara tertulis menyatakan kesediaan mengikuti AD/ART, untuk itu diperlukan kepatuhan dan ketundukannya dalam implementasi hal tersebut. Selain itu seluruh kader KAMMI tanpa terkecuali memiliki kewajiban membayar uang pangkal (penjelasannya terdapat dalam tata aturan Bendahara KAMMI) dan iuran anggota yang biasanya diserahkan kebijakannya pada KAMMI level masing-masing jumlah dan waktu pembayarannya. Peraturan ini masih banyak yang tidak dilakukan…
3. Dalam ART pasal 15 ayat 4d dan 4e menyatakan bahwa yang dapat menjadi personalia pengurus KAMMI wilayah adalah minimal berstatus AB II dan pernah menjadi pengurus daerah, artinya untuk menjadi pengurus KAMWIL kader harus berstatus AB II dan sudah pernah menjadi pengurus KAMDA. Hal ini berlaku pula pada tingkat KAMDA, disebutkan bahwa pengurus KAMDA minimal berstatus AB II namun tidak mematok harus pernah menjadi pengurus komisariat. Masih banyak KAMWIL dan KAMDA yang memiliki pengurus berstatus AB I…
4. Dalam pasal 24 ayat 2 menyebutkan bahwa formasi BPH komisariat sekurang-kurangnya terdiri dari ketua umum, sekretaris umum, dan bendahara umum. Kalau dilihat dalam pasal ini kita akan melihat bangunan asumsi yang sama antara KAMMI pusat, KAMMI wilayah, Daerah dan komisariat, asumsi yang dibangun adalah bahwa formasi struktur KAMMI pusat sama dengan wilayah, sama dengan daerah dan sama dengan komisariat, yang harus memakai ketua umum, sekretaris umum dan bendahara umum. Padahal belum tentu formasinya selalu sama, namun pun seperti itu aturan ini tetap mengikat, jadi tidak bisa mengganti nama ketua umum hanya dengan ketua, sekretaris umum diganti dengan sekretaris umum apalagi sekretaris jenderal dan bendahara umum diganti menteri keuangan. Masih banyak yang mencoba mengganti-ganti atau mengurangi nama jabatan…
5. Dalam pasal 24 ayat 5d dan 5h menyatakan bahwa yang dapat menjadi ketua umum komisariat adalah berstatus AB II dan berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah, artinya untuk menjadi ketua KAMMI komisariat kader harus telah dinyatakan lulus sertifikasi AB II dan ada bukti telah menghasilkan karya tulis ilmiah baik dalam tingkat fakultas, kampus, antar kampus dan nasional sesuai dengan spesifikasi keilmuannya. Masih banyak calon ketua KAMMI komsat yang tidak memiliki karya tulis ilmiah. Jika ditafsirkan lain maka walaupun tanpa kedua syarat tersebut (AB II dan punya Karya tulis ilmiah) kader dapat mencalonkan diri menjadi ketua Umum karena secara tektual pasal ini menyebutkan “yang dapat menjadi ketua umum komsat” bukan “yang dapat menjadi calon ketua umum komsat”. Ada perbedaan antara calon ketua dan ketua, hal lain yang dapat menimbulkan pertanyaan, mulai kapan kader dapat dinyatakan legal sebagai ketua umum komsat? Apakah pada saat terpilih (saat muskom) tanpa adanya serah terima jabatan, artinya otomatis saat dibacakan surat penetapan ketua terpilih? Bagaimana prosesinya? Atau Saat serah terima jabatan dari ketua sebelumnya (ketika muskom)? Bagaimana prosesinya? atau saat pelantikan oleh KAMDA yang memberikan SK?
6. Dalam pasal 24 ayat 7 dan 9 dinyatakan, ketua umum komisariat dapat diberhentikan apabila tidak dapat menjalankan tugas/non aktif dan apabila melanggar AD/ART dan digantikan oleh pejabat ketua umum yang syarat dan ketentuannya telah diatur dalam pasal ini, artinya untuk melakukan pemakzulan terhadap ketua umum KAMMI komisariat terpilih harus sesuai dengan aturan main yang telah disepakati dalam ART pasal 24 tentang personalia pengurus harian, jika tidak maka terjadi pelanggaran terhadap konstitusi.
7. Dalam pasal 34 ayat 3 tertuliskan bahwa musyawarah komisariat luar biasa (MKLB) diselenggarakan karena pertimbangan keadaan dan keperluan mendesak, yang dimaksud dengan keadaan dan keperluan mendesak yaitu apabila ketua komisariat tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas permintaan sekurang-kurangnya ½ ditambah 1 dari anggota komisariat, artinya jika kita memaknai bahwa semenjak ditetapkannya ketua terpilih pada saat musyawarah komisariat maka secara legal formal, otomatis maka kader tersebut telah menjadi ketua umum KAMMI komisariat meskipun tanpa harus menunggu SK dan pelantikan dari KAMMI Daerah, maka untuk melakukan MKLB harus menunggu kerja dewan formatur untuk membentuk struktur kepengurusan, kemudian setelah pelantikan pengurus komisariat maka langkah selanjutnya 50 % + 1 anggota komisariat mengajukan permintaan untuk melakukan MKLB, ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam hal peserta MKLB, disebutkan kalau peserta dan tatib MKLB sama dengan peserta dan tatib pada MUSKOM (pasal 34 ayat 5), dimana peserta Muskom terdiri dari pengurus komisariat, AB komisariat, BK, LSO serta undangan dan juga agar kerja-kerja dewan formatur untuk membentuk komposisi pengurus tidak terlalaikan. Prosedur standar tetap berlaku seperti biasa, jika MKLB akan dilakukan pada saat kepengurusan telah berjalan.
Setelah mengetahui bahwa polemik merupakan bagian dari “rahmat”, konsep fleksibilitas dan baku dalam hukum Islam serta implementasinya dalam sebuah gerakan Islam, arti konstitusi buat organisasi, maka kita akan lebih mudah menentukan sikap terhadap pelanggaran konstitusi. Kesimpulan pertama adalah sikap dalam menghadapi sebuah pelanggaran konstitusi bahwa kader KAMMI senantiasa mendahulukan semangat persaudaran dan etika Islam guna menegakkan konstitusi yang kadang-kadang dapat berefek pada kebencian dan perpecahan. Hal-hal yang wajib harus menjadi prioritas dari hal yang sunnah, persaudaran dan akhlaq islami harus didahulukan daripada sekedar menegakkan konstitusi yang mungkin masih banyak perbedaan penafsiran sehingga belum jelas apakah terjadi pelanggaran atau tidak? Tentunya kader KAMMI tidak akan menodai persaudaraan hanya karena nasehat dari temannya, seperti halnya kita tidak akan marah apalagi memukul orang yang telah menolong kita. Kedua, sikap menghadapi pelanggaran konstitusi bahwa kader memiliki sudut pandang yang berbeda, pasti ada sisi positif dari setiap peristiwa. Jika kita berkaca dari KOMSAT UAD yang katanya melanggar konstitusi maka ada 2 hal positif yang bisa kita dapatkan:
1. Perhatian terhadap konstitusi semakin meningkat, dengan adanya wacana ini yang mudah-mudahan telah menyebar ke seluruh Indonesia lewat FB, KOMSAT UAD menciptakan momentum hari besar “ta’aruf konstitusi” KAMMI, selama ini banyak kader yang masih belum paham apa itu konstitusi KAMMI (baca saja belum pernah, apalagi paham…), tapi dengan kejadian ini memberikan harapan gerakan melek konstitusi nasional, kader mulai melihat konstitusi, membaca konstitusi, familiar dengan konstitusi dan mulai serius untuk bergerak sesuai dengan konstitusi dan UAD menjadi Primadonanya…
2. Perbaikan dalam proses kaderisasi, sebenarnya pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh seluruh kader adalah mengapa dalam pemilihan ketua KAMMI UAD bisa terpilih kader AB I? bukankah calon ketua AB II begitu banyak? Yang inti dari kedua pertanyaan ini adalah mengapa tidak ada satupun kader AB II yang terpilih menjadi ketua KAMMI? Inilah pertanyaan mendasar yang harus dijawab, pukulan telak bagi saya yang selama di KAMMI bergerak dalam wilayah kaderisasi, apa yang salah dengan proses kaderisasi yang selama ini kita lakukan? Asumsi awal yang dibangun saat menetapkan bahwa untuk dapat menjadi ketua Komsat harus AB II karena memang dan pasti ada korelasi antara AB II dan kepemimpin, artinya skill pemimpin telah melekat dalam seorang AB II, sehingga muncullah syarat seperti ini. Namun yang terjadi (autokritik buat saya, sebagai pemain di kaderisasi) mengapa bisa dikatakan tidak ada korelasi positif antara AB II dan kompetensi kepemimpinan, sehingga siapapun yang terpilih jadi ketua asal AB II dijamin mampu membawa nahkoda komsat dengan piawai. Sisi positifnya UAD menciptakan momentum revitalisasi kaderisasi, melirik kembali bahwa KAMMI adalah organisasi kader maka proyek-proyek kaderisasi harus menjadi nomor urut pertama dalam setiap agenda KAMMI. Ada yang salah dalam implementasi manhaj kaderisasi selama ini, pembenahan dan perhatian terhadap kaderisasi. Semoga dengan momentum ini KAMMI pusat dapat melakukan gerakan melek manhaj kaderisasi nasional, sehingga tidak terjadi kesenjangan dan kesulitan dalam menempatkan AB II sebagai seorang ketua KAMMI. Ada analisis lain yang cukup menarik, dalam menjawab mengapa bisa terjadi persoalan ini. Analisis struktural namanya, setelah Muktamar terakahir di Makassar, kondisi KAMMI secaral nasional masih terbilang belum stabil hal ini terlihat dari kondisi KAMDA dan KAMWIL. Dalam muktamar ini dihasilkan sebuah keputusan tentang pembentukan KAMWIL dan KAMDA (yang dahulunya hanya KAMDA), karena memang hal ini masih sangat baru maka bisa dimaklumi kalau terjadi ketidakaturan dimana-mana, sekarang kita ambil contoh wilayah Yogyakarta (tempat peristiwa ini terjadi). Wilayah Yogyakarta secara otomatis sesuai dengan konstitusi harus segera membentuk KAMMI wilayah yang dahulunya hanya ada KAMMI daerah Yogyakarta dalam jangka waktu yang telah ditentukan setelah muktamar berakhir, KAMDA berubah menjadi KAMWIL dan di setiap kabupaten idealnya memiliki satu KAMDA, di Yogyakarta terdapat 3 KAMDA yaitu Kota, Sleman dan Bantul. Dalam jangka waktu kurang lebih satu tahun ini porsi kerja pada pembentukan struktur pada masing-masing tingkatan (Wilayah dan Daerah) menjadi hal yang harus segera tertunaikan, di sini letak posisi ketidakstabilannya karena masih dominan dalam mengurus komposisi struktur, implikasinya apa? Pusat perhatian terhadap proyek-proyek kaderisasi “sedikit” terbengkalai, termasuk di dalamnya adalah proses pra DM II, saat DM II dan paska DM II. Semestinya tahun ini menjadi agenda kerja kaderisasi wilayah telah memasuki pengelolaan AB II melalui MK II (beberapa tahun belakangan kaderisasi daerah fokus kerja pada pengelolaan AB I, maka diputuskan bahwa tahap itu sudah bisa ditinggalkan untuk memasuki tahap selanjutnya, agar dari tahun ke tahun tidak berjalan di tempat yaitu pengelolaan AB II). Akibat dari belum stabilnya struktur dalam berbagai level KAMMI wilayah, memberikan imbas untuk berkontribusi pada tidak adanya korelasi antara AB II dan kepemimpinan.
Ketiga, sikap mengkompromikan konstitusi. Hal ini dapat muncul jika kader mengetahui konsep tsawabit dan mutaghaiyyrat, penglihatan kader saat membaca konstitusi menjadi sangat komprehensif jika mampu menggunakan kaca mata ini. Sisi-sisi mana dari konstitusi yang bisa “dikompromikan” dan mana yang sama sekali menutup ruang kompromisasi. Apakah semua pelanggaran konstitusi (karena secara tekstual tidak sesuai dengan konstitusi) yang saya sebutkan di atas tidak ada unsur fleksibilitas ataukah masih ada? Karena konstitusi sifatnya mengikat bagi seluruh kader maka tidak bisa jika ada kategorisasi pelanggaran kecil dan pelanggaran besar (karena memang tidak ada dalam konstitusi tentang kategorisasi pelanggaran), oleh karenanya saat kita mengambil kesimpulan bahwa tidak ada kompromi dalam penegakkan konstitusi membawa konsekuensi tidak ada satu ayat pun di dalamnya yang bisa dilanggar, karena pelanggaran apapun tetap dikatakan pelanggaran, tidak melihat ayat dalam pasal yang dilanggarnya, unsur obyektifitas diperlukan. Inilah batasan wilayah tsawabit dalam konstitusi, artinya prinsip dasar konstitusi menjadi pedoman dalam organisasi dan mengikat setiap anggota untuk menjalankan roda organisasi harus sesuai dengan konstitusi. Bisa dibayangkan, alangkahnya kacaunya sebuah organisasi jika konstitusinya dapat dipelintir sesuka hati setiap anggota tanpa adanya sebab-sebab yang melatarbelakanginya. Ada yang sering tidak diperhatikan atau terabaikan oleh KAMMI bahwa pada prinsipnya memang konstitusi tidak bisa dilanggar (tidak ada titik kompromi di sini) dan ini harus ditanamkan pada setiap anggota, namun selain prinsip dasar ini ada lapisan kedua yang juga harus diperhatikan yaitu wilayah mutaghayyrat (memungkinkan munculnya kompromi) terhadap ketidak-kesesuaian dengan konstitusi. Mengapa bisa dikompromikan? Setidaknya kita dapat menganalisisnya dari 3 hal yaitu:
1. Perbedaan penafsiran, seperti pada gambaran 2 polemik yang saya contohkan di atas. Secara tekstual sama, di pasal dan ayat yang sama, namun teks masih memberikan celah penafsiran yang berbeda, serta tidak adanya aturan penjelasan yang tertuang dalam konstitusi. sehingga muncul kesimpulan yang berbeda. Kejadian seperti ini dapat ditolerir karena memiliki landasan argumentasi (konstitusi) yang digunakan sebagai dalil.
2. Kebutuhan, saat melihat adanya pelanggaran terhadap konstitusi sebelum melakukan justifikasi bahwa memang telah terjadi pelanggaran perlu dilakukan penggalian kebutuhan. Contohnya yang menjadi pengurus KAMMI daerah harus telah berstatus AB II, namun ternyata masih ada yang berstatus AB I. Kalau kita melihat secara tekstual dan tidak melakukan penggalian informasi maka dengan sangat enteng kita akan mengatakan telah terjadi pelanggaran terhadap konstitusi, padahal analisis kebutuhan memungkinkan untuk mengangkat AB I menjadi pengurus KAMDA. Penggalian informasi apakah penyebab pelanggaran konstitusi sudah melalui analisis kebutuhan atau tidak? Diperlukan sebelum mengambil kesimpulan telah terjadi pelanggaran konstitusi, jika landasannya adalah kebutuhan maka hal ini dapat diterima.
3. Kondisi, sama halnya dengan kebutuhan yang “melahirkan” pelanggaran konstitusi. Kondisi dan situasi dapat membuat kita melanggar konstitusi. Contohnya dalam salah satu syarat untuk mendirikan sebuah komisariat sekurang-kurangnya harus memiliki 3 orang AB II dan 18 orang AB I, maka jika analisis kondisinya tidak memungkinkan untuk memenuhi syarat tersebut karena AB II hanya 1 atau 2 orang sedangkan AB I kurang dari 18 orang untuk mendirikan komsat tidak perlu menunggu sampai jumlah itu tercapai karena kondisi dan situasi yang berbeda dengan wilayah lain. Hal seperti ini dapat ditolelir sebagai bentuk pelanggaran yang tidak mengapa…
Saya yakin seluruh pelanggaran terhadap konstitusi yang dilakukan oleh KAMMI (baik secara organisasi maupun personal) pasti berangkat dari 3 hal tersebut yaitu karena perbedaan penafsiran, Kebutuhan dan kondisi. Disinilah kader KAMMI yang berparadigma intelektual profetik ditantang untuk melihat segala persoalan secara komprehensif, karena tidak mungkin kader KAMMI dengan percaya dirinya melenggang dan tanpa landasan apapun sengaja melanggar konstituti, pasti ada sebab mengapa konstitusi dilanggar, bukan karena sengaja tapi karena perbedaan penafsiran, kebutuhan organisasi dan kondisi internal dan ekternal dalam upaya menyusun “batu bata” bangunan peradaban Islam.
Abdi Putra
AB III (Anggota biasa-biasa baru)
(LAMPIRAN)
Tsawabit dalam gerakan Ikhwanul Muslimin
Tsawabit (baku) adalah hal-hal yang tidak boleh berubah atau berganti kapan dan dimana pun. Posisinya seperti akidah dan ushul (pokok-pokok) yang tegas yang tidak menerima takwil, penggantian,perubahan kapan dan dimana pun serta oleh siapapun. Contohnya wajibnya shalat, zakat dan puasa. Sedangkan mutaghayyirat (fleksibel) adalah hal-hal yang mungkin mengalami penggantian, perubahan, takwil, dan pengembangan. Perubahan di dalamnya bukanlah merupakan pelanggaran terhadap hal-hal pokok (ushul) dan asasi. Contohnya ijtihad dalam ilmu fiqih. Perpaduan keduanya menghasilkan : Kontinuitas tanpa kebekuan, Adaptasi tanpa penyimpangan, Pembaruan tanpa penyelewengan, Pengembangan tanpa disfungsi, Orisinalitas tanpa kelalaian
Tsawabit dalam manhaj Ikhwanul Muslimin
1.Nama jama’ah, fikroh, aplikasi, sejarah dan kesetiaan
Nama itu dipertahankan karena nilai-nilai Islam yaitu persaudaraan dan Islam. Terdapat dua ikatan yakni iman dan ukhuwah. Jadi nama adalah fikroh dan sejarah.
2.Wajibnya amal jama’i
‘Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman and beramal soleh dan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.’(QS Al Ashr : 1-3). Jadi, yang dikecualikan dari kerugian adalah jama’ah yang saling menasehati dalam kebenaran dan menasehati dalam kesabaran, bukan individu betapapun salehnya. Amal jama’i harus sistematik, berpijak di atas qiyadah yang bertanggung jawab, basis yang kokoh, persepsi yang jelas, yang mengatur hubungan qiyadah dengan jundi atas dasar syura yang mengikat dan ketaatan yang penuh kesadaran serta pemahaman.
3.Tarbiyah Adalah Jalan Kita Dan Menjauhi Kekerasan Adalah Prinsip
a.Tarbiyah Kita
Tiga tonggak tarbiyah :
1)Iman yang paripurna
2)Cinta yang tangguh, persatuan hati, dan kepaduan ruhani
3)Pengorbanan sehingga mendorong mereka mempersembahkan segala yang mereka miliki kepada Allah swt
b.Menjauhi kekerasan adalah prinsip kita
‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku untuk Allah Rabb sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya dan untuk itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama berserah diri.’ (QS Al An’am : 162-163). Sasaran-sasaran tarbiyah ikhwan :
1)Membangunkan kesadaran ruhani imani
2)Membina individu dan muslim secara integral dalam segala aspek kehidupan, baik dari sisi jasad, akal, ruhani, maupun kejiwaan
3)Membentuk keluarga muslim atas dasar tarbiyah (tonggak tarbiyah)
4)Mewujudkan masyarakat Muslim yang para anggotanya terbina dan menerapkan manhaj Islam dalam kehidupannya
5)Menghidupkan kembali khilafah islamiyyah yang telah lama lenyap
6)Mengembalikan eksistensi umat Islam internasional agar menjadi umat yang diorbitkan untuk manusia
Patokan-patokan Operasional Tarbiyah :
1)Realistis, aplikatif, dan bertahap
2)Terkait dan mendukung tujuan besar
3)Mengenal fase dakwah untuk menentukan uslub tarbiyah
4)Memperhatikan qawa’id usuhuliyyah (kaidah-kaidah ushul fiqih)
5)Sarana perubahan adalah individu muslim
4.Usrah adalah Pusat Asuhan Tarbiyah
Tarbiyah memerlukan ilmu dan pemahaman. Sedangkan hal itu tidak akan terwujud tanpa adanya seorang murabbi (naqib/pemimpin) yang ada di dalam tempat pengasuhan. Tempat pengasuhan itu adalah usrah (sarana).
5.Risalatut-Ta’alim, Al-Ushulul ‘Isyrin, Arkanul Bai’ah dan Risalatul ‘Aqaid adalah Landasan Kita dalam Pembelajaran
Risalatut-Ta’alim, khususnya Al-Ushulul ‘Isyrin dengan pasangannya Risalatul ‘Aqaid, memuat pemahaman secara tegas yang membedakan jama’ah ikhwan dari jama’ah lain. Kemudian wajib mengamalkannya dan mendakwahkannya, serta tidak boleh mengabaikannya dan menyimpang darinya karena jamah harus mempunyai persepsi yang dapat menyatukan mereka, pokok-pokok yang menjadi dasar pijakan dan pemahaman yang mengarahkan. Agar tarbiyah dapat melahirkan pribadi-pribadi Islam yang mujahid dan berkomitmen kepada jama’ah, maka Imam Hasan Al Banna menetapkan rambu-rambu dan sifat-sifat akhlaki yang disebut sebagai Arkanul Bai’ah.
6.Komprehensif dalam Pemahaman dan Gerakan
Pemahaman yang dimaksud adalah :
a.Hukum-hukum dan ajaran-ajaran Islam mencakup dan mengatur segala urusan manusia di dunia dan akhirat.
b.Asas ajaran dan nilai-nilai Islam adalah Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw yang apabila umat ini berpegang teguh dengannya niscaya tidak akan tersesat selamanya.
c.Islam sebagai agama universal dengan segala kesempurnaan dan ketinggiannya.
7.Syura yang Mengikat untuk Menghilangkan Pertentangan di Antara Kita
Syura adalah batas demarkasi antara masyarakat zalim (seperti Fir’aun dan Ratu Saba) dengan masyarakat aman lagi beriman.
‘Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah anatar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.’(QS. Asy-Syuura:38). Bagi yang tidak berkomitmen kepada manhaj maka katakan : ‘Kita bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati dan saling memaafkan dalam hal yang diperselisihkan.’ (Hasan Al Banna)
8.Menghormati Peraturan Jama’ah adalah Akhlak
Aktivitas pembinaan yang tertata, produktif dan dilakukan secara jama’i adalah manhaj orisinal Islam. Dan yang mau masuk pintu jama’ah dan menjadi al akh yang berperan serta dalam harakah maka ia harus menghormati aturan dan tidak boleh keluar darinya.
9.Pilihan Fiqih yang diambil Jama’ah adalah Mengikat
Pegangan kita dalam berbeda pendapat adalah adabul khilaf, yaitu :
a.Tidak fanatik terhadap pendapat sendiri dalam rangka merekrut pengikut.
b.Kita tidak setuju seseorang atau jama’ah yang mendakwahkan diri terpelihara dari kesalahan dalam urusan-urusan ijtihad
c.Kita mencari kebenaran baik disampaikan oleh lisan kita atau lisan orang lain
d.Kita tidakmencari-cari kesalahan orang lain untuk menjauhkan manusia dari mereka.
e.Jelas bahwa kesepakatan dalam pokok-pokok manhaj tidak berarti sepakat dalam cabang cabangnya
f.Menafsirkan apa yang dikatakan orang yang berbeda dengan kita dengan versi yang menguntungkannya dan tidak dalam satu persoalan.
g.Kita menghormati ulama tapi tidak mengkultuskannya.
10.Allah adalah Tujuan dari Segala yang Kita Lakukan dan Ucapkan
’Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan pengabdian kepadaNya.’ (QS Al Bayyinah : 5). Jika yang menjadi tujuan hanyalah Allah maka pasti perilaku pun akan lurus, amal akan menjadi baik, dan kemenangan dari Allah akan terwujud.
’Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong. Maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada Nya. Karena sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.’ (QS An Nashr : 1-3)
(Diambil dari buku ats tsawabit wal mutaghayyrat jum’ah bin abdul aziz)
Delapan prinsip di bawah ini dapat kita jadikan landasan dalam menentukan wilayah tsawabit dan mutaghayyrat:
1. Pendapat imam (pemimpin) dan wakilnya tentang hal-hal yang tidak ada nash hukumnya, hal-hal yang mengandung beragam interpretasi, dan hal-hal yang membawa kemaslahatan umum yang tidak ada nashnya (maslahat mursalah), harus diamalkan sepanjang tidak bertentang dengan kaidah-kaidah syariat. Pendapat tersebut mungkin akan berubah sejalan situasi, kondisi,adat dan tradisi.
Pada dasarnya, ibadah adalah kepatuhan total, tanpa mempertimbangkan makna-maknanya. Sedangkan adat istiadat (urusan selain ibadah ritual) harus mempertimbangkan rahasia-rahasianya, hikmah, maksud dan tujuannya.
Macam-macam hukum menurut sumbernya:
a. Hukum yang bersumber dari nash-nash yang jelas (qath’I tsubut) atau pasti sebagai dalil (qath’I dilalah ahkam)
Tidak ada ruang akal untuk memasukinya karena telah jelas, sehingga tidak memerlukan penafsiran.
b. Hukum yang bersumber dari nash-nash yang zhanni dilalah (masih perkiraan)
Masih memungkinkan masuknya akal untuk memberikan penafsiran karena masih berupa dugaan, dan memberikan ruang untuk menafsirkannya.
c. Hukum yang berdasarkan ijma’ dan tidak ada nashnya.
Produk akal, karena tidak adanya nash yang menjelaskannya namun pengambilan kesimpulan hukum tetap berlandaskan pada nash
d. Hukum yang tidak berdasarkan kepada nash-nash qath’I, zhanni, dan ijma’ para ulama dari suatu masa tertentu.
Murni merupakan produk akal para ulama.
2. Setiap orang dapat diterima dan ditolak ucapannya kecuali Al Ma’shum (Rasulullah SAW). Semua yang datang dari salafus shalih yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah kita terima sepenuh hati. Jika tidak, Al Qur’an dan Sunnah lebih utama untuk diikuti. Namun demikian kita tidak boleh mencaci maki dan menjelek-jelekkan pribadi mereka dalam masalah-masalah yang masih diperselisihkan. Serahkan saja kepada niat mereka masing-masing sebab mereka telah mendapatkan apa yang mereka kerjakan.
3. Setiap muslim yang belum memiliki kemampuan menelaah dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti salah seorang imam (pemimpin agama), namun lebih baik lagi kalau sikap mengikuti tersebut diiringi dengan upaya semampunya dalam memahami dalil-dalil yang dipergunakan oleh imamnya dan hendaklah ia mau menerima setiap masukan yang disertai dalil, jika ia percaya pada keshalihan dan kapasitas orang yang memberi masukan tersebut. Jika ia termasuk ahli ilmu, hendaklah ia selalu berusaha menyempurnakan kekurangannya dalam keilmuan sehingga dapat mencapai derajat penelaah.
4. Perbedaan pemahaman dalam masalah furu’ hendaklah tidak menjadi pemicu perpecahan dalam agama dan tidak menimbulkan permusuhan atau kebencian. Setiap mujtahid akan mendapatkan pahala masing-masing. Tidak ada larangan melakukan penelitian yang obyektif mengenai persoalan khilafiah selama dalam suasana saling mencintai karena Allah dan saling menolong untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Penelitian tersebut tidak boleh menyeret kepada perdebatan yang tercela dan fanatisme buta.
5. Tradisi yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti lafaz-lafaz yang sudah baku dalam syariat. Maka harus dipahami kembali makna yang dimaksud oleh lafaz-lafaz syariat sekaligus tunduk kepadanya. Sebagaimana kita juga wajib berhati-hati dengan berbagai istilah yang menipu, yang sering digunakan dalam pembahasan masalah-masalah duniawi dan agama. Ibrah itu pada esensi di balik suatu nama dan bukan pada nama itu sendiri.
6. Islam memerdekaan akal pikiran, menganjurkan untuk melakukan penelitian pada alam, mengangkat derajat ilmu dan para ulama dan menyambut kehadiran segala sesuatu yang baik dan bermanfaat. Hikmah adalah barang hilang milik orang yang beriman. Dimanapun didapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya.
7. Pandangan syar’I dan pandangan logika memiliki wilayah sendiri-sendiri yang tidak dapat saling memasuki. Namun demikian, keduanya tidak akan pernah berbeda dalam hal-hal yang qath’i. Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah syari’at yang qath’i. sesuatu yang masih bersifat zhanni dari salah satunya harus ditafsirkan sejalan dengan yang qath’i. jika kedua-duanya bersifat zhanni, pandangan syari’at lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya atau gugur sama sekali.
8. Al Qur’anul Al karim dan Sunnah rasul yang suci adalah rujukan setiap muslim untuk mengenal dan memahami hukum-hukum Islam. Al Qur’an harus dipahami sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, tanpa takalluf (sikap memaksakan diri dalam memaknakam suatu ayat hingga melampaui arti yang sewajarnya) dan ta’assuf (secara serampangan). Sedangka sunnah yang suci harus dipahami melalui para ahli hadits yang terpercaya.
(Diambil dari buku pemikiran moderat Hasan Al Banna).
Semoga setelah menilik secercah tulisan tentang tsawabit dan mutaghayyrat kita bisa jadikan analisir dasar dalam mengambil istimbath (kesimpulan) dimana semestinya batasan dan wilayah fleksibilitas (mutaghayyrat) dari konstitusi dan mana yang baku (tsawabit). Sebagaimana halnya bentuk konstitusi dalam sebuah negara modern terbagi atas dua jenis yaitu konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (Strong, 2008). Selanjutnya untuk lebih mengkomprehensifkan pemahaman kita tentang alur pembahasan ini, saya akan memasuki wilayah konsep konstitusi secara umum. Dimulai dari teori “berkenalan” dengan konstitusi.
Apa itu konstitusi?
sebelum kita membahas lebih jauh tentang konstitusi KAMMI, alangkah lebih baik jika kita melihat terlebih dahulu apa sebenarnya arti konstitusi itu? Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis (Constitues) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Dari beberapa literatur yang saya peroleh ada beberapa definisi konstitusi yaitu:
1. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara (Assidhiqie, 2006).
2. Konstitusi merupakan suatu naskah yang memuat sebuah bangunan negara dan sendi sistem pemerintahan negara (Sri Soemantri, 2007)
3. Konstitusi adalah sebuah dokumen yang berisi tentang tata aturan untuk menjalankan sebuah organisasi (Thompson, 2006)
4. Konstitusi merupakan aturan dasar dan ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
5. Konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina negara dan pemerintahanyang akan mengaturnya.
6. Konstitusi sebagai kontrak/konsensus tentang tujuan dan cita-cita bersama, tentang the rule of law sebagai pemerintahan dan landasan penyelenggaran negara, tentang bentuk institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (Andrews, 1968)
Dari pengertian di atas dapat dibuat suatu pengertian dalam konteks organisasi bahwa konstitusi merupakan dokumen kumpulan aturan main bagi anggota organisasi untuk mengkonsolidasikan posisinya sebagai sebuah organisasi, guna mengatur jalan/roda organisasi secara bersama dalam rangka mewujudkan tujuannya, dilahirkan dari hasil kesepakatan anggotanya dengan dibentuknya seluruh sistem yang mengatur serta mengikat dirinya.
Konstitusi menjadi barometer kehidupan organisasi, serta memberikan arahan dan pedoman bagi generasi penerus dalam menjalankan organisasinya agar tidak melenceng dari prinsip dan tujuan dasar organsiasi, artinya prinsip-prinsip dalam menjalankan sebuah organisasi telah terkover dalam konstitusi. Setidaknya konstitusi memiliki 4 fungsi dasar transformasi, informasi, regulasi dan kanalisasi.
fungsi konstitusi yaitu:
1. Transformasi yaitu mengkonversi kekuatan/ kekuasaan ke dalam sebuah hukum atau kebijakan.
2. Informasi yaitu memberikan informasi sebagai bagian dari produk kebijakan ke wilayah sosial kemasyarakatan
3. Regulasi yaitu tertuang di dalamnya tentang pengaruh dari sebuah peraturan
4. Kanalisasi yaitu memberikan saluran tentang bagaimana hukum dan masalah-masalah harus diselesaikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar