Prolog
20 tahun terakhir nilai kesadaran ke islaman masyarakat muslim dunia Islam semakin meningkat, termasuk Indonesia. Keinginan untuk mengaplikasikan nilai dan ajaran Islam menjadi tinggi, hal ini tentunya mengindikasikan telah dekatnya masyarakat Indonesia dengan nilai Islam. Namun sisi tingginya semangat untuk membumikan amal Islami tidak diikuti oleh pengetahuan yang memadai terhadap obyek keilmuwan dari nilai yang ingin diimplementasikan, salah satunya adalah fenomena nadzar. Kenapa kita memakai kata fenomena? Kata nadzar sudah tidak asing lagi di telinga kita, apalagi hari ini (26 April 2010) telah diumumkan kelulusan SMA, begitu banyak siswa yang sebelumnya bernadzar (katanya sih…) kalau saya lulus nanti maka saya akan potong sapi 2 ekor atau kalau saya mendapatkan nilai tertinggi maka saya akan sedekah 1 juta, dll. Itu fenomena terdekat yang paling bisa kita rasakan. Ada juga dikalangan mahasiswa, pejabat, politisipun ikut, calon gubernur dan bupati, lebih banyak lagi di masyarakat juga banyak yang bernadzar seperti itu. Bagaimana sih sebenarnya hukum nadzar? Seperti apa nadzar yang dibolehkan?marilah kita simak ilmu tentang nadzar di bawah ini, semoga dapat menambah isi ruangan kelimuwan kita…
1.Definisi Secara bahasa nadzar adalah janji.
Dalam pengertian sempit nadzar berarti janji kepada Allah swt. Dalam pengertian syara', nadzar adalah berjanji akan melakukan sesuatu jika yang dicita-citakan tercapai. Menurut Ali Ibnu Muhammad al-Jarjani dalam kitab At Tarifat, nadzar adalah mewajibkan pada diri sendiri untuk melakukan perbuatan yang mubah dengan disandarkan pada Allah swt.
Adapun menurut NA. Baiquni dan IA. Syawaqi (1996:337), nadzar adalah janji akan melakukan kebaikan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. baik dengan syarat atau tidak. Janji untuk melakukan kebaikan dalam bentuk ibadah yang asalnya tidak wajib menurut hukum Islam, hukumnya menjadi wajib setelah dinadzarkan.
Selain itu nadzar berarti mewajibkan bagi dirinya sendiri sebuah amal ketaatan untuk ditujukan mendekatkan diri kepada Allah. Nadzar ini akan diterima jika memenuhi syarat-syaratnya, di antara syaratnya ialah harus ikhlas dan bukan dalam rangka bermaksiat atau dalam perkara yang di luar kemampuannya. Yang dimaksud ikhlas yaitu melakukan amal tersebut dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada selainnya. Sedangkan yang dimaksud perkara di luar kemampuannya ialah seperti bernadzar untuk infak emas sebesar gunung. Jadi, karena nadzar itu ibadah maka kita harus memiliki sikap ta’zhim(pengagungan dan penghormatan) kepada yang kita ibadahi yaitu Alloh ta’ala, bukan untuk main-main.
Dan ada satu lagi yang patut kita perhatikan bahwa janganlah kita terbiasa untuk bernadzar apabila ingin berbuat taat atau amal shalih. Karena Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebut nadzar sebagai pekerjaannya orang yang pelit. Yaitu pelit dalam hal beribadah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Nadzar itu tidak mendatangkan kebaikan, namun hanyalah sebagai sebab untuk mengeluarkan sesuatu dari orang yang kikir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah yang disebut dengan nadzar muqayyad, yaitu nadzar karena mengharapkan gantinya. Anda bernadzar untuk melakukan suatu ibadah dengan mengharapkan gantinya yaitu suatu keuntungan duniawi. Para ulama memakruhkannya bahkan ada yang mengharamkan nadzar semacam ini. Walaupun setelah syaratnya itu terpenuhi maka dia pun tetap diwajibkan untuk menunaikan nadzarnya.
“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah : ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian dari karuniaNya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih’. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karuniaNya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan (juga) karena mereka selalu berdusta” [At-Taubah : 75-77]
Bila seseorang bernadzar sesuatu pada arah tertentu dan melihat bahwa yang selainnya lebih baik dan lebih diperkenankan Allah serta lebih berguna bagi para hambaNya, maka tidak apa-apa dia merubah arah nadzar tersebut ke arah yang lebih baik.
Dalilnya adalah hadits tentang seorang laki-laki yang datang ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernadzar akan melakukan shalat di Baitul Maqdis bila kelak Allah menganugrahkan kemenangan kepadamu di dalam menaklukan Mekkah”. Maka beliau menjawab : “Shalatlah di sini saja”, kemudian orang tadi mengulangi lagi perkataannya, lalu dijawab oleh beliau, “Kalau begitu, itu menjadi urusanmu sendiri” [Hadits Riwayat Abu Daud di dalam kitab Al-Iman (3305)]
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin mengatakan [Fatawa Al-Mar'ah, dari Fatawa Syaikh Ibn Jibrin] :
Secara syari’at, hukum nadzar itu adalah makruh. Dalam hal ini terdapat hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melarang melakukan nadzar. Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia tidak pernah membawa kebaikan dan sesungguhnya ia hanya dikeluarkan (bersumber) dari orang yang bakhil” [ Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman (6608,6609), Muslim di dalam kitab An-Nadzar (1639,1640)]
Dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa Allah tidak akan merubah sesuatupun dari apa yang telah Dia takdirkan akan tetapi hal itu adalah perbuatan orang bakhil, yang tidak mau berinfaq kecuali setelah memasang nadzar.
Bila nadzar tersebut berupa ibadah seperti shalat, puasa, sedekah atau I’tikaf, maka harus ditepati. Tetapi bila ia nadzar maksiat seperti membunuh, berzina, minum khamr atau merampas harta orang lain secara zhalim dan semisalnya maka tidak boleh menepatinya tetapi dia harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan sebanyak sepuluh orang miskin dan seterusnya.
Bila nadzar tersebut sesuatu yang mubah (dibolehkan) seperti makan, minum, pakaian, bepergian, ucapan biasa dan semisalnya maka dia diberikan pilihan antara menepatinya atau membayar kafarat sumpah. Bila berupa nadzar melakukan ketaatan kepada Allah, maka dia harus mengalokasikannya kepada kaum miskin dan kaum lemah seperti makanan, meyembelih kambing atau semisalnya.
( قال الله عز وجل :لايأتي النذر على ابن آدم بشيء لم أقدره عليه , ولكنه شيء أستخرج به من البخيل : يؤتيني عليه مالا يؤتيني على البخل , وفي رواية : مالم يكن آتاني من قبل )
Artinya : Berkata Allah - Azza wajalla- : tidaklah nadzar seorang Ibnu Adam mendatangkan sesuatu yang tidak aku takdirkan atasnya, akan tetapi dia adalah sesuatu yang saya suruh dikeluarkan dari orang yang bakhil , dia memberikan kepada saya apa-apa yang tidak dia berikan diataskebakhilannya.”
Dan dalam satu riwayat : “Apa-apa yang sebelumnya tidak dia berikan kepada ku .”
[ Dikeluarkan oleh Imam Ahmad
“لاتنذروا. فإن النذر لايعتي من القدر شيئا , وإنما يستخرج به من البخيل .”
” أخرجه مسلم وصحيح الترمذي ”
Artinya : “Janganlah kalian bernadzar, karena nadzar tidaklah berpengaruh kepada taqdir sedikitpun , hanya saja nadzar tersebut sesuatu yang di minta untuk dikeluarkan dengannya dari orangyangbakhil.”
(Di keluarkan oleh Muslim)
Dan Imam Al-Qurthubiy memastikan di “Al-Mufhim” dengan membawa mengiring seluruh hadits-hadits yang melarang nadzar kepada nadzar mujazah, maka berkata beliau : larangan ini tempatnya adalah : misalnya seperti seseorang berkata : “Kalau Allah menyembuhkan sakitku, maka wajib bagi saya bersedeqah ini.” Dan sisi makruknya adalah yaitu tatkala pelaksanaan ketaatan /qurbah yang disebutkan tergantung dengan terjadinya/tercapainya tujuan yang dimaksud maka tampaklah bahwasanya orang ini belum benar-benar memurnikan niat taqarrub-nya kepada Allah ta’aala, tatkala muncul dari padanya. Bahkan, disana dia menjalani jalan penggantian (tukar-balik) dan yang memperjelasnya adalah bahwasanya apabila sakitnya tidak sembuh, dia tidak akan bersedekah dengan apa-apa yang berkaitkan dengan kesembuhannya tersebut , dan inilah keadaan orang yang bakhil bahwa sesungguhnya tidaklah dia akan mengeluarkan sedikitpun dari hartanya kecuali harus ada pengganti yang segera yang melebihi kadar apa yang dia keluarkan.
2. Macam-Macam Nadzar
Nadzar secara garis besar terbagi dua yaitu nadzar bersyarat dan nadzar tidak bersyarat.
Nadzar bersyarat adalah mewajibkan pada diri-sendiri dengan syarat tertentu, umpamanya: Saya akan berpuasa tiga hari jika lulus ujian. Nadzar tidak bersyarat yaitu mewajibkan pada diri sendiri dengan tidak memakai syarat tertentu melainkan hanya mengharap keridhaan Allah swt. Umpamanya: Karena Allah saya akan berpuasa tiga hari dalam bulan ini.
1. Nadzar Mutlaq yaitu nadzar yang tidak disertai timbal balik, misal : “Karena Allah, wajib bagiku nadzar untuk sholat malam sepuluh rakaat”.
2. Nadzar Muqoyyad yaitu nadzar yang disertai syarat imbal balik, misal : “Kalaulah Allah menyembuhkan penyakitku, maka aku akan shaum satu hari”.
Dari dua macam (nadzar) di atas maka yang dimaksud nadzar ibadah adalah Nadzar Mutlaq sebagaimana penjelasan Al Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Sedangkan nadzar yang dilarang adalah Nadzar Muqoyyad sebagaimana penjelasan Asy Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Syaikh hafidhohumullah di dalam “Syarah kitab Tsalatsatil Ushul” hal. 55-56. Bahkan pendapat beliau ini juga diungkapkan sebelumnya oleh Al Imam Al Qurtubi rahimahullah yang dinukilkan Al Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
Adapun ada juga yang membagi nadzar seperti ini:
Pertama: Nadzar mutlak yaitu seseorang itu mewajibkan dirinya untuk melakukan sesuatu tanpa syarat apapun. Misalnya ucapan, “Kuwajibkan diriku pada saat ini untuk melakukan shalat sebanyak dua rakaat”. Nadzar jenis ini dinilai makruh oleh mayoritas ulama namun mereka mengatakan bahwa melaksanakan nadzar semacam ini adalah sebuah kewajiban dan amal yang berpahala. Sebagian ulama bahkan menganjurkan nadzar semacam ini.
Kedua: Nadzar bersyarat yaitu seseorang itu mewajibkan dirinya sendiri untuk melakukan suatu hal dengan syarat mendapatkan nikmat tertentu atau tercegah dari bahaya tertentu. Misalnya adalah ucapan, “Jika Allah sembuhkan anggota keluargaku yang sakit maka aku akan memberi makan seorang miskin”. Mengucapkan nadzar bersyarat ini hukumnya makruh (Fiqh Sunnah lin Nisa’ hal 350).
Namun secara terperinci, A. Hassan dalam terjemah Bulughul Maram membagi menjadi 4 macam :
a. Nadzar dengan harta-benda atau uang, seperti seseorang bernadzar jika mendapat anak akan berderma, akan berkurban, atau menghadiahkan sesuatu.
b. Nadzar dengan pekerjaan ibadah seperti seorang bernadzar jika ia selamat dan bahaya anu, ia akan shaum lima hari akan shalat sepuluh rakaat, akan haji, akan umrah, akan itikaf tiga hari, atau lainnya.
c. Nadzar dengan perbuatan maksiat seperti seorang bernadzar. Jika selamat dan suatu bahaya atau mendapat sesuatu, ia akan hadiahkan anak kepada seseorang.
d. Nadzar dengan menyiksa diri seperti seseorang bernadzar, jika dapat sesuatu atau tercapai sesuatu, akan berdiri di pasar setengah hari atau akan ke Mekkah dengan berjalan kaki, dsb.
e. Nadzar dengan perkara-perkara yang bukan ibadah, bukan maksiat, bukan menyiksa diri, seperti orang bernadzar jika dapat keuntungan, ia akan berkunjung ke shahabat-shahabatnya, dll. Pembahasan lebih lanjut tentang boleh tidaknya bernadzar dengan maksiat dan menyiksa din akan dibahas secara terperinci di bawah ini.
3. Tarikh Dalam sejarah para Nabi, akan kita dapatkan bentuk-bentuk nadzar yang pernah dilakukan.
Umpamanya nadzar yang pernah dilakukan oleh istri lmran, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur'an : Istri Imran berkata : Ya Allah sesungguhnya aku bernadzar kepadamu, anak yang tengah dikandung ini menjadi anak yang hanya berbakti kepadamu. Terimalah nadzarku ini sesungguhnya Kau Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Ali Imran: 35).
Nadzar pernah juga dilakukan oleh Siti Maryam setelah melahirkan Nabi Isa AS untuk shaum dan tidak berbicara pada siapa pun. Hal ini diabadikan dalam Al Qur'an : Makanlah dan minumlah dengan tenang. Nanti jika bertemu dengan orang-orang, katakan bahwa aku sedang nadzar shaum karena Allah Yang Maha Pemurah, karena itu aku tidak akan berbicara kepada siapa pun pada hari ini. (Maryam : 26).
Dua kisah di atas setidaknya menggambarkan bahwa nadzar pernah dilakukan orang terdahulu dan akan dilakukan oleh orang-orang setelahnya dalam situasi dan kondisi berbeda. Kisah ini juga mengilustrasikan bagaimana seseorang bisa terdorong untuk nadzar. Yang jelas dua kisah ini memberikan pelajaran, nadzar biasanya dilakukan manakala ada kesungguhan untuk mencapai suatu maksud dengan menjanjikan dengan penuh tekad untuk berbakti kepada Allah swt. sebagai wujud syukur.
5. Larangan Melanggar Nadzar Melanggar nadzar hukumnya haram.
Hal ini sama dengan melanggar janji atau sumpah. Keterangan Al Qur'an maupun as Sunnah yang mendukung keharaman pelanggaran ini sebagai benikut: "Taatlah kepada Allah dan Rasulullah dan berhati-hatilah kamu. Kemudian jika kamu berpallng, maka ketahuilah, bahwasanya kewajiban seorang Rasul hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang. (Al Maidah: 92).
Apa-apa yang kamu nafkahkan dan suatu nafaqah dan apa-apa yang kamu penuhi dalam suatu nadzar, sesungguhnya Allah Maha Tahu. Ada pun bagi orang-orang yang zhalim (melanggar) tidak akan ada pertolongan. (Al Baqarah: 270).
Kafarah (denda) nadzar itu adalah kafarah sumpah. (HR. Muslim).
Hadist ini seolah mengatakan bahwa nadzar itu mau tidak mau harus dipenuhi dan jika ternyata tidak maka berdosa. Namun untuk nadzar, dosa itu bisa ditebus dengan membayar kifarat atau denda yang dendanya sama dengan denda sumpah. Dan Umar ia berkata : Saya bertanya: Ya Rasulullah sesungguhnya aku pernah bernadzar dizaman jahiliyyah akan itikaf satu malam di Masjidil Haram, sabdanya: Tunaikanlah Nadzarmu! (Muttaqafa alaihi).
Dan keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa melaksanakan nadzar dalam kategori nadzar yang dibolehkan adalah wajib. Mereka yang berusaha melaksanakan nadzarnya akan dliistimewakan oleh Allah swt.
6. Nadzar yang boleh/Harus dilanggar
Nadzar pada dasarnya janji yang harus dipenuhi bahkan menurut berbagai keterangan di atas, tidak boleh melanggar nadzar dan jika melanggarnya mendapat denda yang berat. Namun demikian, pelaksanaan nadzar juga tidak sembarangan, ada rambu-rambu tertentu yang membolehkan dan melarang seseorang melaksanakannya. Pemicu tidak diperbolehkannya melaksanakan nadzar tertentu, dikarenakan nadzar itu sendiri dengan nadzar terlarang. Nadzar yang tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan adalah : Nadzar maksiat (melanggar aturan Islam). Umpamanya jika lulus ujian, saya akan mabuk-mabukan dengan teman-teman, jika sukses bisnis saya akan puasa Lima hari terus menerus (wisal) tanpa diselingi berbuka (puasa wisal hukumnya haram). Jika saya dapat untung saya akan memusuhi saudara saya. Jika tercapai suatu maksud akan musyrik kepada Allah swt.
Dalil-dalil yang melarangnya sebagai berikut Dan menurut riwayat Bukhari dan Aisyah : Dan barang siapa bernadzar hendak mendurhakai Allah, maka janganlah ia mendurhakai. Dan riwayat Muslim dan Hadits lmran : Tidak ada pelaksanaan nadzar bagi nadzar pada kemaksiatan. Dari Tsabit bin Dhahak, ia berkata: Seorang laki-laki di zaman Raulullah saw. bernadzar akan menyembelih unta di Buwanah, Mu à a datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya kepadanya. Maka sabdanya: Pernahkah di situ ada berhala yang disemhah? Ia menfawab: Tidak ada. Maka sabdanya: Adakah di situ pernah dirayakan salah satu han raya dan han raya mereka? Ia berkata: Belum pernah. Maka beliau bersabda: Sempurnakanlah nazarmu, tetapi sesungguhnya tidak ada penyempurnaan nadzar pada maksiat kepada Allah, dan tidak pemutus hubungan keluarga, dan tidak ada nadzar pada barang yang belum dimiliki bani Adam. (HR. Abu Dawud dengan sanad Shahih).
7. Kifarat Nadzar
Jika dengan satu atau lain sebab, nadzar tidak bisa dilakukan, maka penggantinya adalah dengan membayar denda atau kifarat (Kaffarah). Hal ini berlaku bagi semua nadzar baik yang dibolehkan atau yang tidak dibolehkan. Seseorang bernadzar melakukan maksiyat atau yang memadzaratkan diri sendiri, maka nadzarnya tidak boleh dilakukan, tetapi ia wajib membayar kifarat. Terlebih lagi jika nadzar yang dibolehkan. Hal ini sesuai dengan keterangan di bawah ini:
Barangsiapa yang bernadzar suatu nadzar yang tidak ditentukan, maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah ; barangsiapa bernadzar pada suatu maksiyat,maka kaffratnya kaffarah sumpah; dan barangsiapa bernadzar mengerjakan sesuatu yang tidak mampu dilakukan maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah. (HR. Abu Dawud dengan isnad Shahih)
Dengan demikian, makna Rasululloh melarang untuk bernadzar pada hadist Muttafaq alaih diatas adalah nadzar untuk melakukan maksiyat atau melakukan sesuatu yang tidak mungkin ia kerjakan karena apapun apapun nadzarnya pasti harus membayar kiffarat. Adapun kifarah bagi yang tidak bisa mengerjakan nadzarnya sama dengan kaffarah sumpah yaitu memilih salah satu yang dinilai mampu dibawah ini :
Memberikan makan 10 orang miskin seukuran makan untuk diri sendiri, Memberi pakaian pada 10 orang miskin, Memerdekakan hamba sahaya, Shaum 3 hari
Firman Allah swt : Allah tidak akan menghukum sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksudkan bersumpah, melainkan akan menghukuam kamu pada sumpah-sumpah yang disengaja. Maka kifarat pelanggarannya adalah memberi makan 10 orang miskin ukuran makan yang biasa kamu berikan untuk keluargamu, atau memberikan pakaian pada mereka, atau memerdekakan hamba sahaya. Kemudian jika tidak mampu mengerjakan (satu diantara yang tiga jitu), maka berpuasalah tiga hari. Demikian itu kifarat sumpahmu (yang kamu langgar) apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpah-sumpahmu itu. Begitulah Allah menerangkan hukum-hukumnya kepada kamu bersyukur. (QS:05:89)
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah (III:116-117), bahwa memberikan makan fakir miskin itu harus sebanding atau lebih bagus baik dari segi kualitas atau kuantitas dari makanan yang ia makan sehari-hari, tidak boleh kurang, jika kurang maka menurutnya tidak syah. Adapaun masalah memberikan pakaian, boleh lebih rendah atau disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang miskin memakai pakaian. Mengenai shaum 3 hari, itu dilaksanakan jika tidak bisa melakukan satu diantara syarat yang tiga diatas. Tidak ada ketentuan bahwa shaum itu mesti berturut atau tidak.
Jadi makna hadits adalah pemberitahuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya bahwa nadzar itu tidak akan membuahkan manfaat di dunia, tidak bisa mencegah bahaya dan tidak bisa mengubah takdir. Sehingga makna hadits adalah janganlah kalian bernadzar dengan berkeyakinan bahwa dengan bernadzar kalian akan mendapatkan sesuatu yang sebenarnya tidak Allah takdirkan kepada kalian atau menghindarkan kalian dari takdir yang telah ditetapkan atas kalian. Namun jika kalian telah terlanjur bernadzar maka laksanakanlah karena itu telah menjadi kewajiban kalian” (Fathul Bari 19/60, Syamilah).
Orang yang bernadzar disebut orang yang pelit atau bakhil karena “orang yang pelit adalah orang yang tidak mau bersedekah dan berbuat baik kepada orang lain kecuali ada sesuatu yang mengharuskannya untuk melakukan hal itu. Nadzarlah di antara hal yang memaksanya untuk melakukan kebaikan” (Taudhih al Ahkam min Bulugh al Maram 4/403, cetakan Jannatul Afkar, Mesir).
2 komentar:
jadi begini, tman saya bercerita bahwa ia pernah kelupaan narok motor disuatu tempat (Mall). dia pikir motor dia hilang, lalu dia panik dan bernazar bila dia menemukan motornya yang (lupa diparkir dimana) maka dia tidak akan melihat sesuatu yang bersifat pornografi selama 1 bulan. tapi ternyata sebelum 1 bulan dia malah udh buka situs porno dan lain sbagainya.bagaimana ini, apa dia harus membayar kafarat ?
/ ia harus mengulangi lagi dari awal nazarnya itu yang artinya dia mulai dari awal lagi selama 1 bulan untuk tidak mengakses sesuatu yg porno. mohon balasannya, terimakasih
jadi begini, tman saya bercerita bahwa ia pernah kelupaan narok motor disuatu tempat (Mall). dia pikir motor dia hilang, lalu dia panik dan bernazar bila dia menemukan motornya yang (lupa diparkir dimana) maka dia tidak akan melihat sesuatu yang bersifat pornografi selama 1 bulan. tapi ternyata sebelum 1 bulan dia malah udh buka situs porno dan lain sbagainya.bagaimana ini, apa dia harus membayar kafarat ?
/ ia harus mengulangi lagi dari awal nazarnya itu yang artinya dia mulai dari awal lagi selama 1 bulan untuk tidak mengakses sesuatu yg porno. mohon balasannya, terimakasih
Posting Komentar