Sabtu, 14 November 2009

Konsep fleksibilitas dan baku dalam pemikiran ikhwanul muslimin

Konsep fleksibilitas dan baku dalam pemikiran ikhwanul muslimin:
1. Pendapat imam (pemimpin) dan wakilnya tentang hal-hal yang tidak ada nash hukumnya, hal-hal yang mengandung beragam interpretasi, dan hal-hal yang membawa kemaslahatan umum yang tidak ada nashnya (maslahat mursalah), harus diamalkan sepanjang tidak bertentang dengan kaidah-kaidah syariat. Pendapat tersebut mungkin akan berubah sejalan situasi, kondisi,adat dan tradisi.
Pada dasarnya, ibadah adalah kepatuhan total, tanpa mempertimbangkan makna-maknanya. Sedangkan adat istiadat (urusan selain ibadah ritual) harus mempertimbangkan rahasia-rahasianya, hikmah, maksud dan tujuannya.

Macam-macam hukum menurut sumbernya:
a. Hukum yang bersumber dari nash-nash yang jelas (qath’I tsubut) atau pasti sebagai dalil (qath’I dilalah ahkam)
b. Hukum yang bersumber dari nash-nash yang zhanni dilalah (masih perkiraan)
c. Hukum yang berdasarkan ijma’ dan tidak ada nashnya.
d. Hukum yang tidak berdasarkan kepada nash-nash qath’I, zhanni, dan ijma’ para ulama dari suatu masa tertentu.

2. Setiap orang dapat diterima dan ditolak ucapannya kecuali Al Ma’shum (Rasulullah SAW). Semua yang datang dari salafus shalih yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah kita terima sepenuh hati. Jika tidak, Al Qur’an dan Sunnah lebih utama untuk diikuti. Namun demikian kita tidak boleh mencaci maki dan menjelek-jelekkan pribadi mereka dalam masalah-masalah yang masih diperselisihkan. Serahkan saja kepada niat mereka masing-masing sebab mereka telah mendapatkan apa yang mereka kerjakan.

3. Setiap muslim yang belum memiliki kemampuan menelaah dalil-dalil hukum furu’ (cabang), hendaklah mengikuti salah seorang imam (pemimpin agama), namun lebih baik lagi kalau sikap mengikuti tersebut diiringi dengan upaya semampunya dalam memahami dalil-dalil yang dipergunakan oleh imamnya dan hendaklah ia mau menerima setiap masukan yang disertai dalil, jika ia percaya pada keshalihan dan kapasitas orang yang memberi masukan tersebut. Jika ia termasuk ahli ilmu, hendaklah ia selalu berusaha menyempurnakan kekurangannya dalam keilmuan sehingga dapat mencapai derajat penelaah.

4. Perbedaan pemahaman dalam masalah furu’ hendaklah tidak menjadi pemicu perpecahan dalam agama dan tidak menimbulkan permusuhan atau kebencian. Setiap mujtahid akan mendapatkan pahala masing-masing. Tidak ada larangan melakukan penelitian yang obyektif mengenai persoalan khilafiah selama dalam suasana saling mencintai karena Allah dan saling menolong untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Penelitian tersebut tidak boleh menyeret kepada perdebatan yang tercela dan fanatisme buta.

5. Tradisi yang salah tidak dapat mengubah hakikat arti lafaz-lafaz yang sudah baku dalam syariat. Maka harus dipahami kembali makna yang dimaksud oleh lafaz-lafaz syariat sekaligus tunduk kepadanya. Sebagaimana kita juga wajib berhati-hati dengan berbagai istilah yang menipu, yang sering digunakan dalam pembahasan masalah-masalah duniawi dan agama. Ibrah itu pada esensi di balik suatu nama dan bukan pada nama itu sendiri.

6. Islam memerdekaan akal pikiran, menganjurkan untuk melakukan penelitian pada alam, mengangkat derajat ilmu dan para ulama dan menyambut kehadiran segala sesuatu yang baik dan bermanfaat. Hikmah adalah barang hilang milik orang yang beriman. Dimanapun didapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya.

7. Pandangan syar’I dan pandangan logika memiliki wilayah sendiri-sendiri yang tidak dapat saling memasuki. Namun demikian, keduanya tidak akan pernah berbeda dalam hal-hal yang qath’i. Hakikat ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidah syari’at yang qath’i. sesuatu yang masih bersifat zhanni dari salah satunya harus ditafsirkan sejalan dengan yang qath’i. jika kedua-duanya bersifat zhanni, pandangan syari’at lebih utama untuk diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya atau gugur sama sekali.

8. Al Qur’anul Al karim dan Sunnah rasul yang suci adalah rujukan setiap muslim untuk mengenal dan memahami hukum-hukum Islam. Al Qur’an harus dipahami sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab, tanpa takalluf (sikap memaksakan diri dalam memaknakam suatu ayat hingga melampaui arti yang sewajarnya) dan ta’assuf (secara serampangan). Sedangka sunnah yang suci harus dipahami melalui para ahli hadits yang terpercaya.
(Diambil dari buku pemikiran moderat Hasan Al Banna).
Diantara sekian banyak kader ikhwanul muslimin yang menimba langsung ilmu dari syekh Hasan Al Banna Adalah Yusuf Al Qardhawi. Hasan Al banna banyak memberikan pengaruh terhadap sikap, perbuatan termasuk pemikiran beliau. Dapat dirinci beberapa karakteristik pemikiran Al Qardhawi yaitu:
1. Penggabungan antara fiqih (rasio) dan hadits (atsar)
2. Moderasi
3. Memberi kemudahan
4. Realistis
5. Bebas dari fanatisme madzhab
6. Pemahaman nash yang juz’I dalam koridor maksud syariah yang kulli.
7. Perbedaan antara yang qath’I dan yang zhanni.
8. Gabungan antara salafiyah dan tajdid.
(diambil dari buku Manhaj Fiqih Yusuf Al Qardhawi)


Tsawabit dalam gerakan Ikhwanul Muslimin
Tsawabit adalah hal-hal yang tidak boleh berubah atau berganti kapan dan dimana pun. Posisinya seperti akidah dan ushul (pokok-pokok) yang tegas yang tidak menerima takwil, penggantian,perubahan kapan dan dimana pun serta oleh siapapun. Contohnya wajibnya shalat, zakat dan puasa. Sedangkan mutaghayyirat adalah hal-hal yang mungkin mengalami penggantian, perubahan, takwil, dan pengembangan. Perubahan di dalamnya bukanlah merupakan pelanggaran terhadap hal-hal pokok (ushul) dan asasi. Contohnya ijtihad dalam ilmu fiqih. Perpaduan keduanya menghasilkan : Kontinuitas tanpa kebekuan, Adaptasi tanpa penyimpangan, Pembaruan tanpa penyelewengan, Pengembangan tanpa disfungsi, Orisinalitas tanpa kelalaian
Tsawabit dalam manhaj Ikhwanul Muslimin
1.Nama jama’ah, fikroh, aplikasi, sejarah dan kesetiaan
Nama itu dipertahankan karena nilai-nilai Islam yaitu persaudaraan dan Islam. Terdapat dua ikatan
yakni iman dan ukhuwah. Jadi nama adalah fikroh dan sejarah.
2.Wajibnya amal jama’i
‘Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman and beramal soleh dan saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran.’(QS Al Ashr : 1-3). Jadi, yang dikecualikan dari kerugian adalah jama’ah yang saling menasehati dalam kebenaran dan menasehati dalam kesabaran, bukan individu betapapun salehnya. Amal jama’i harus sistematik, berpijak di atas qiyadah yang bertanggung jawab, basis yang kokoh, persepsi yang jelas, yang mengatur hubungan qiyadah dengan jundi atas dasar syura yang mengikat dan ketaatan yang penuh kesadaran serta pemahaman.
3.Tarbiyah Adalah Jalan Kita Dan Menjauhi Kekerasan Adalah Prinsip
a.Tarbiyah Kita
Tiga tonggak tarbiyah :
1)Iman yang paripurna
2)Cinta yang tangguh, persatuan hati, dan kepaduan ruhani
3)Pengorbanan sehingga mendorong mereka mempersembahkan segala yang mereka miliki kepada Allah swt

b.Menjauhi kekerasan adalah prinsip kita
‘Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku untuk Allah Rabb sekalian alam. Tiada sekutu bagiNya dan untuk itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama berserah diri.’ (QS Al An’am : 162-163). Sasaran-sasaran tarbiyah ikhwan :
1)Membangunkan kesadaran ruhani imani
2)Membina individu dan muslim secara integral dalam segala aspek kehidupan, baik dari sisi jasad, akal, ruhani, maupun kejiwaan
3)Membentuk keluarga muslim atas dasar tarbiyah (tonggak tarbiyah)
4)Mewujudkan masyarakat Muslim yang para anggotanya terbina dan menerapkan manhaj Islam dalam kehidupannya
5)Menghidupkan kembali khilafah islamiyyah yang telah lama lenyap
6)Mengembalikan eksistensi umat Islam internasional agar menjadi umat yang diorbitkan untuk manusia

Patokan-patokan Operasional Tarbiyah :
1)Realistis, aplikatif, dan bertahap
2)Terkait dan mendukung tujuan besar
3)Mengenal fase dakwah untuk menentukan uslub tarbiyah
4)Memperhatikan qawa’id usuhuliyyah (kaidah-kaidah ushul fiqih)
5)Sarana perubahan adalah individu muslim

4.Usrah adalah Pusat Asuhan Tarbiyah
Tarbiyah memerlukan ilmu dan pemahaman. Sedangkan hal itu tidak akan terwujud tanpa adanya seorang murabbi (naqib/pemimpin) yang ada di dalam tempat pengasuhan. Tempat pengasuhan itu adalah usrah (sarana).

5.Risalatut-Ta’alim, Al-Ushulul ‘Isyrin, Arkanul Bai’ah dan Risalatul ‘Aqaid adalah Landasan Kita dalam Pembelajaran
Risalatut-Ta’alim, khususnya Al-Ushulul ‘Isyrin dengan pasangannya Risalatul ‘Aqaid, memuat pemahaman secara tegas yang membedakan jama’ah ikhwan dari jama’ah lain. Kemudian wajib mengamalkannya dan mendakwahkannya, serta tidak boleh mengabaikannya dan menyimpang darinya karena jamah harus mempunyai persepsi yang dapat menyatukan mereka, pokok-pokok yang menjadi dasar pijakan dan pemahaman yang mengarahkan. Agar tarbiyah dapat melahirkan pribadi-pribadi Islam yang mujahid dan berkomitmen kepada jama’ah, maka Imam Hasan Al Banna menetapkan rambu-rambu dan sifat-sifat akhlaki yang disebut sebagai Arkanul Bai’ah.

6.Komprehensif dalam Pemahaman dan Gerakan
Pemahaman yang dimaksud adalah :
a.Hukum-hukum dan ajaran-ajaran Islam mencakup dan mengatur segala urusan manusia di dunia dan akhirat.
b.Asas ajaran dan nilai-nilai Islam adalah Kitabullah dan Sunah Rasulullah saw yang apabila umat ini berpegang teguh dengannya niscaya tidak akan tersesat selamanya.
c.Islam sebagai agama universal dengan segala kesempurnaan dan ketinggiannya.

7.Syura yang Mengikat untuk Menghilangkan Pertentangan di Antara Kita
Syura adalah batas demarkasi antara masyarakat zalim (seperti Fir’aun dan Ratu Saba) dengan masyarakat aman lagi beriman.
‘Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah anatar mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.’(QS. Asy-Syuura:38). Bagi yang tidak berkomitmen kepada manhaj maka katakan : ‘Kita bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati dan saling memaafkan dalam hal yang diperselisihkan.’ (Hasan Al Banna)

8.Menghormati Peraturan Jama’ah adalah Akhlak
Aktivitas pembinaan yang tertata, produktif dan dilakukan secara jama’i adalah manhaj orisinal Islam. Dan yang mau masuk pintu jama’ah dan menjadi al akh yang berperan serta dalam harakah maka ia harus menghormati aturan dan tidak boleh keluar darinya.

9.Pilihan Fiqih yang diambil Jama’ah adalah Mengikat
Pegangan kita dalam berbeda pendapat adalah adabul khilaf, yaitu :
a.Tidak fanatik terhadap pendapat sendiri dalam rangka merekrut pengikut.
b.Kita tidak setuju seseorang atau jama’ah yang mendakwahkan diri terpelihara dari kesalahan dalam urusan-urusan ijtihad
c.Kita mencari kebenaran baik disampaikan oleh lisan kita atau lisan orang lain
d.Kita tidakmencari-cari kesalahan orang lain untuk menjauhkan manusia dari mereka.
e.Jelas bahwa kesepakatan dalam pokok-pokok manhaj tidak berarti sepakat dalam cabang cabangnya
f.Menafsirkan apa yang dikatakan orang yang berbeda dengan kita dengan versi yang menguntungkannya dan tidak dalam satu persoalan.
g.Kita menghormati ulama tapi tidak mengkultuskannya.

10.Allah adalah Tujuan dari Segala yang Kita Lakukan dan Ucapkan
’Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk beribadah kepada Allah dengan memurnikan pengabdian kepadaNya.’ (QS Al Bayyinah : 5). Jika yang menjadi tujuan hanyalah Allah maka pasti perilaku pun akan lurus, amal akan menjadi baik, dan kemenangan dari Allah akan terwujud.
’Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan berbondong. Maka bertasbilah dengan memuji Tuhanmu dan mohon ampunlah kepada Nya. Karena sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.’ (QS An Nashr : 1-3)
(Diambil dari buku ats tsawabit wal mutaghayyrat jum’ah bin abdul aziz)
Dalam pengambilan kebijakan strategis, gerakan dakwah perlu mempertimbangkan eksistens gerakan dan keberlangsungan misinya. Ada sepuluh fiqhi yang perlu menjadi pertimbangan:
1. Fiqih ahkam: pemahaman yang terkait dengan masalah hukum, halal dan haramnya sebuah perkara.
2. Fiqhi dakwah: dapat melihat persoalan dari sudut dakwah.
3. Fiqhi muwazzanah: mengukur persoalan dalam kerangka kemashlahatan.
4. Fiqhi aulawiyat: menentukan skala prioritas dalam menentukan sebuah kebijakan.
5. Fiqhi sunnah: paham akan hukum alam, hukum perbenturan, pergiliran dan kemusnahan.
6. Fiqhi taghyir: memahami bahwa persoalan dapat berubah, ada yang dapat direkayasa dan ada pula yang otonom.
7. Fiqhi sirah: memiliki kemampuan untuk menganalisa fakta sejarah secara mendalam.
8. Fiqhi waqi’: keseimbangan antara idealitas dan realitas untuk meminimalisasi kekakuan dan ketegangan sosial.
9. Fiqhi amal jama’i: pemahaman akan pentingnya kerjasama dengan mencari persamaan pada titik temu idealism dan harapan.
10. Fiqhi ikhtilaf: memahami akan adanya perbedaan pada wilayah sudut pandang dan target.
(Diambil dari buku menyiapkan momentum Rijalul imam)

Tidak ada komentar:

Iqra'

  • Petunjuk jalan
  • Paradigma Alqur'an
  • Menuju jama'atul Muslimin
  • Laskar pelangi
  • Dakwah salafiyah dakwah bijak
  • Benturan Peradaban