Bismillahirrahmanirrahim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Sebagai contoh ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah: “Dengan menyebut nama Allah aku makan.”
Ada dua fungsi yang dapat diambil:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah
Kedua : Pembatasan maksud. Seolah engkau berkata: ”Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan meminta pertolongan darinya selain nama Allah.”
Allah
Merupakan nama bagi Rabbul ’Alamin, selain Allah tidak boleh diberi nama dengan-Nya. Nama Allah merupakan asal, adapun nama-nama Allah selainnya adalah tabi’ (cabang darinya)
Ar-Rahmaan
Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas.
Ar-Rahiim
Yakni yang mencurahkan kasih sayang kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.
Ada dua penunjukkan kasih sayang, yaitu kasih sayang merupakan sifat Allah, seperti yang terkandung dalam nama ’Ar Rahman’ dan kasih sayang yang merupakan perbuatan Allah, yakni mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang disayangi-Nya, seperti yang terkandung dalam nama ’Ar Rahiim’ kasih sayang berdasarkan dalil wahyu (Al Qur’an dan As-Sunnah) dan dalil akal sehat (seluruh nikmat dan musibah yang terhindar)
Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: Allah Swt berfirman:
”Aku membagi sholat (yakni surat Al-Fatihah) menjadi dua bagian, separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca: ”segala puji bagi Allah.” Maka Allah menjawab: ”Hamba-Ku telah memuji-Ku.”
Apabila ia membaca: ”Yang Mha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Maka Allah menjawab: ”Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.”
Apabila ia membaca: ”Penguasa hari pembalasan.”
Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku talah mengagungkan-Ku.”
Apabila ia membaca: ”Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami memohon pertolongan.”
Maka Allah menjawab: ”Ini separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku.”
Apabila ia membaca: ”Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.”
Maka Allah menjawab: ”Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta.”
Al-hamdu lillahi rabbil ’alamin
Segala puji bagi Allah, rabb semesta alam
Al-Hamdu artinya menyebutkan kesempurnaan sesuatu yang dipuji dengan disertai kecintaan dan pengagungan kepadanya. Kesempurnaan itu meliputi kesempurnaan Dzat, sifat dan perbuatan. Sebagian ahli ilmu mengatakan: ”Hanya menyebutkan kesempurnaan tanpa diiringi kecintaan dan pengagungan belum bisa disebut Al-hamdu, namun sebatas al-madhu (memuji). Alif laam pada kata Al-hamdu fungsinya sebagai istighraaq, yaitu meliputi segala pujian yang ada.
Lillahi
Bagi Allah
Huruf lam di awal kata berfungsi sebagai ikhtishash dan istihqaq yakni hanya Allah semata yang berhak mendapat pujian yang sempurna, yang disembah karena kecintaan dan pengagungan.
Rabbil ’alamin
Rabb semesta alam
Ar-Rabb adalah yang terkumpul pada-Nya tiga sifat, yaitu pencipta, pemilik dan pengatur. Allah adalah pencipta, pemilik segala sesuatu, dan pengatur seluruh urusan. Alamin, para ulama mengatakan: ”Segala sesuatu selain Allah disebut alam.” Semua makhluk disebut alam karena menjadi tanda atas adanya pencipta mereka. Pada segala sesuatu dari makhluk terdapat tanda yang menunjukkan adanya pencipta, menunujukkan adanya Kudrat-Nya, Hikmah-Nya, Rahmat-Nya, Izzah-Nya, dan makna-makna rububiyah lainnya.
Diantara faedah ayat ini:
Penetapan seluruh bentuk puji-pujian yang maha sempurna bagi Allah Swt.
Hanya Allah semata yang berhak mendapat puji=pujian yang sempurna dalam segala kondisi dan keadaan
Mendahulukan penyebutan sifat ilahiyah daripada sifat rububiyah. Karena umat yang diutus para rasul kepada mereka hanya mengingkari tauhid uluhiyah
Keluasan rububiyah Allah meliputi sekalian alam.
Ar-Rahmaanir Rahiim
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Penetapan bahwasanya rububiyah Allah ditegakkan atas dasar kasih sayang-Nya yang maha luas yang tercurah atas para makhluk-Nya. Ketika Allah berfirma:’Rabbul ’alamin’, seolah ada yang bertanya: Apakah jenis rububiyah tersebut?” Apakah rububiyah yang bermakna azab dan siksa, ataukah rububiyah yang bermakna kasih sayang dan karunia? Maka Allah menjawabnya: ’Ar-Rahmaanir Rahiim’.
Maliki yaumuddien
Yang menguasai hari pembalasan
Ada beberapa faedah yang dipetik dari ayat ini:
Penetapan kekuasaan Allah dan kerajaan-Nya pada hari pembalasan. Karena pada hari itu seluruh kepemilikan dan kerajaan akan dicabut.
Penetapan adanya hari berbangkit dan hari pembalasan.
Anjuran agar manusia mengumpulkan amal untuk menyamnut hari tersebut, yang mana pada hari itu setiap manusia akan dibalas menurut kadar amalnya.
Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin
Hanyalah Engkau-lah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami mohon pertolongan.
Seorang mu’min meletakkan bagian tubuhnya yang paling mulia ketika bersujud pada tempat yang dipijak oleh kaki-kaki manusia untuk membuktikan ketundukannya kepada Allah. Dahinya dipenuhi debu, semua itu sebagai bukti ketundukannya kepada Allah. Ibadah mencakup ketaatan terhadap seluruh perkara yang di perintahkan Allah dan meninggalkan seluruh perkara yang dilarang-Nya. Orang yang tidak melakukan hal tersebut berarti ia bukanlah seorang hamba. Hamba sejati adalah manusia yang selalu mengikuti kehendak yang disembahnya menurut kaidah-kaidah syariat-Nya.. kensekuensi ibadah adalah melaksanakan seluruh perkara yang diperintahkan dan meninggalkan seluruh perkara yang dilarang. Dan semua itu tidak akan mungkin ia laksanakan tanpa pertolongan Allah Swt, oleh sebab itu Allah berfirman:
Wa iyyaka nasta’iin
Yakni kami hanya meminta pertolongan kepada-Mu dalam menunaikan ibadah maupun dalam urusan yang lain. Ibadah tidak akan mungkin dilakukan dalam bentuk yang sempurna tanpa pertolongan Allah, kepasrahan total kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya.
Beberapa faedah yang dipetik dari ayat ini:
Kewajiban mengikhlaskan ibadah kepada Allah semata.
Kewajiban mengikhlaskan isti’anah kepada Allah semata
Jika ada yang bertanya: ”Bagaimana mungkin mengikhlaskan isti’anah kepada Allah padahal dalam ayat lain ditegaskan adanya isti’anah kepada selain Allah, yakni dalam ayat:
”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,” (QS. 5 : 2)
Rasulullah Saw juga bersabda:
”Kamu menolong seseorang untuk menaiki kendaraannya atau kamu mengangkat barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah bagimu.” (Bukhari-Muslim)
Jawabnya: Isti’anah ada dua jenis, pertama; isti’anah tafwiidh yang engkau bersandar hanya kepada Allah dan berlepas diri dari orang-orang di sekitarmu dan dari kekuatan dirimu. Isti’anah ini khusus bagi Allah semata. Kedua; isti’anah musyaarakah, yakni kerjasama dengan orang lain dalam urusan yang engkau kerjakan. Hal ini boleh dilakukan dengan syarat orang yang dimintai pertolongan masih hidup dan memang sanggup untuk membantunya ketika itu. Isti’anah jenis ini tidak termasuk ibadah.
Isti’anah kepada makhluk tidak mutlak boleh dalam segala keadaan, hanya diperbolehkan bilamana yang dimintai pertolongan sanggup untuk menolongnya. Misalnya meminta pertolongan kepada mayi di dalam kubur. Ini jelas haram bahkan termasuk syirik akbar. Begitu pula terhadap orang yang masih hidup untuk suatu urusan yang ia tidak sanggup melakukannya karena jauh berada darinya. Yang paling baik adalah tidak meminta pertolongan kepada siapapun kecuali bila memang sangat membutuhkan atau kita tahu orang tersebut senang dimintai bantuannya. Maka kita boleh meminta bantuan kepadanya untuk membuatnya senang. Dan bagi yang diminta bantuan-- dalam hal yang bukan dosa dan pelanggaran -- hendaknya memberikan bantuan
Ihdina asshirotol mustaqiim
Tunjukilah kami jalan yang lurus
Hidayah yang diminta dalam ayat ini adalah hidayah irsyad dan hidayah taufiq. Dengan membaca ayat ini berarti kita memohon kepada Allah ilmu yang berguna dan amal yang shalih.
Faedah dari ayat ini:
Seorang insan mengadu kepada Allah setelah meminta bantuan-Nya dalam beribadah, memohon agar diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Sebab, ibadah harus dikerjakan dengan niat ikhlas. Itulah yang terkandung dalam firman-Nya’Hanya engkaulah yang kami sembah’. Dan harus meminta pertolongan kepada-Nya agar melaksanakannya denga baik. Itulah yang terkandung dalam firman-Nya’Dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Dan juga harus mengikuti syariat-nya. Itulah yang terkandung dalam firman-Nya’Tunjukilah kami jalan yang lurus’. Sebab yang dimaksud jalan yang lurus adalah sysriat yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Hidayah itu terbagi dua, pertama: Hidayah ilmu dan irsyad. Kedua: hidayah taufiq dan amal. Hidayah ilmu dan irsyad hanyalah sebatas memberikan petunjuk dan bimbingan. Dengan makna ini berarti Allah memberikan hidayah tersebut kepada seluruh manusia. Hidayah taufiq adalah kemampuan melaksanakan petunjuk dan mengikuti syariat, hidayah ini tidak diberikan kepada setiap orang, Allah telah memberikan penjelasan kepada manusia dengan kebenaran dan telah menuntun mereka, akan tetapi mereka tidak mengikutinya.
Ash-shirat (jalan) terbagi dua: Jalan yang lurus dan jalan yang bengkok. Jalan yang sesuai dengan kebenaran adalah jalan yang lurus, dan setiap jalan yang menyelisihi kebenaran maka itulah jalan yang bengkok.
Shiraat alladzina an’amta ’alaihim ghairi almagdhubi ’alaihim walaa addhoolliin.
(yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Jalan yang lurus, orang-orang yang Allah beri nikmat, mereka adalah para nabi, shiddiiqiin, syuhada dan orang-orang shaleh (QS. 4 : 69). ’Bukan jalan orang yang dimurkai’ yakni jalan orang-orang yahudi. Termasuk pula orang yang mengetahui kebenaran namun tidak mau mengamalkannya.’Dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat’ yakni jalan orang-orang nasrani sebelum rasulullah diutus. Begitu pula setiap orang yang beramal atas dasar kebodohan tanpa mengikuti petunjuk kebenaran.
Beberapa faedah ayat ini:
Penyandaran nikmat kepada Allah Swt semata, yakni hidayah yang diberikan kepada orang-orang yang Allah beri nikmat. Hidayah tersebut merupakan karunia dari Allah semata.
Manusia terbagi menjadi tiga golongan:
Pertama : Manusia yang Allah beri nikmat.
Kedua : Manusia yang dimurkai Allah.
Ketiga : Manusia yang sesat.
Adapun sebab-sebab yang dapat menyimpangkan dari jalan yang lurus adalah
Pertama : kejahilan (Nasrani)
Kedua : pembangkangan (Yahudi)
Prioritas penyebutan dari yang paling parah. Yakni, Allah mandahulukan penyebutan orang-orang yang dimurkai baru kemudian menyebutkan orang-orang yang sesat. Karena orang-orang yang dimurkai ini lebih jauh penyimpangannya terhadap kebenaran daripada orang-orang yang sesat. Sebab, orang-orang yang menyelisihi kebenaran sedang mereka mengetahuinya lebih sulit untuk rujuk kepada kebenaran daripada orang yang menyelisihinya karena kebodohan.
Rekomendasi bacaan :
Tafsir Juz 30 syaikh Muhammad bin sholeh al utsaimin
Tafsir Juz 30 Al azhar
Tafsir Juz 30 Ibnu katsir
Tafsir Juz 30 Al Misbah
Tafsir Juz 30 Fii Dzilalil Qur’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar