Jumat, 15 Agustus 2008

PRINSIP KADERISASI DALAM AL-QUR’AN

Jika di dunia ini kita tidak menegakkan umat baru yang mengemban dakwah dan mengibarkan risalah kebenaran, maka selamat tinggal bagi dunia dan kemanusiaan.”(Hasan Al Banna)


Indonesia ibarat sebuah kapal yang sudah hampir tenggelam dengan seluruh problem multidimensinya, kapal yang penuh dengan kebocoran. Siapakah yang akan menutupi kebocoran itu? tambalan apa yang akan digunakan? terlalu banyak dialektika, wacana, perdebatan yang menimbulkan perpecahan, tanpa ada solusi yang dicapai. Masing – masing penumpang merasa dirinya yang paling benar, terjadi adu mulut ”kalau menurut analisis saya begini”kata A, kata B ”bagaimana mungkin begini, yang betul seperti ini”. Terlalu banyak penumpang yang harus dikorbankan untuk suatu diskursus semu. Ya, penumpangnya adalah rakyat indonesia, termasuk keluarga kita. Disinilah dibutuhkan para kader dakwah yang akan bekerja menutupi kebocoran kapal, dengan tambalan Al qur’an dan sunnah. Namun perlu diperhatikan oleh ikhwah, bahwa jumlah kebocoran terlalu banyak, tidak berbanding lurus dengan jumlah pekerjanya, untuk itulah peran kaderisasi menjadi begitu penting; satu lubang untuk satu pekerja, memperbanyak jumlah para pekerja dakwah hingga bisa dengan cepat menutupi semua persoalan bangsa dengan ”tambalan” Al qur’an dan sunnah.


PRINSIP PERTAMA

Q.S HUD : 78

Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Lut berkata,”Hai kaumku, inilah putri-putriku, mereka lebij suci bagimu, maka bertaqwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah diantaramu seorang yang berakal?”


Ayat ini menceritakan tentang Nabi Lut dan kaumnya yang terkena problem sosial homoseksual, saat itu datang para malaikat kepada nabi Lut dalam bentuk seorang pemuda, maka kaumnya meminta kepada nabi Lut untuk menyerahkan para pemuda itu kepada mereka untuk melakukan perbuatan keji. Contoh apa yang diberikan oleh nabi Lut?Beliau tidak serta-merta mencela kaumnya, namun memberikan alternatif penyelesaian problem dengan menawarkan putri-putrinya, dan tentunya ini adalah sebuah pengorbanan yang besar. Maka sudah sepantasnya para aktivis dakwah, tidak hanya menyalahkan sistem, mencela para pelaku maksiat tanpa memberikan alternatif penyelesaiannya, misalnya untuk meminimalkan mendengarkan musik jahiliyah dibuatlah nasyid sebagai alternatif lain, dsb.


PRINSIP KEDUA

Q.S HUD : 91


”Mereka berkata,”Hai Syu’ayb, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lamah diantara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu sedang kamu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.”

Ayat ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya sokongan (back up) dalam dakwah. Sebuah organisasi dakwah harus berusaha memanfaatkan sistem dan SDM baik internal maupun eksternal yang dapat digunakan untuk melindungi dakwah dari berbagai macam ancaman dan hambatan, misalnya dalam tingkatan kampus dapat menggunakan dosen, aturan yang telah disepekati (kebijakan kampus) dan visi kampus yang sejalan dengan agenda dakwah organisasi dapat digunakan sebagai back up dakwah, dsb.


PRINSIP KETIGA

Q.S AR RUM : 1 – 5


1. Alif Lam Mim. 2. Telah dikalahkan bangsa Romawi. 3. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, 4. Dan beberapa tahun lagi. Bagi Allahlah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan dihari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman, 5. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.


Para aktivis dakwah diharapkan peka terhadap isu-isu aktual yang sedang terjadi (mele’ isu), informasi berkembang dengan sangat cepat sehingga diperlukan up date informasi setiap saat. Setiap obrolan kita dengan siapapun bisa langsung ”konek” karena pengetahuan kita terhadap isu-isu aktual, dan ini dapat digunakan sebagai senjata dakwah pada tahap awal komukasi dengan calon mad’u (orang yang diajak).


PRINSIP KEEMPAT

Q.S AL BAQARAH : 271


”Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapus dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”


Tidak ada larangan ( termasuk hal yang diperbolehkan) sebagai strategi dakwah aktualisasi (penampakan) kader dalam lingkungan dakwah. Pencitraan organisasi melalui anggotanya merupakan salah satu pintu rekrutmen kader, ketertarikan calon kader yang akan direkrut kadang melihat sosok anggota atau kader yang sudah berada dalam organisasi tersebut. Intinya adalah penampakan kader di area manapun merupakan bagian dari kerja kaderisasi, misalnya organisasi mensosialisasikan (citra positif) anggotanya yang mendapatkan prestasi dalam bidang tertentu dalam bentuk leaflet atau pamflet berupa ucapan selamat, mengirimkannya ke media massa atau majalah, prestasi kader di kelasnya, kemampuan kader dalam lingkungannya sehingga dijadikan sumber rujukan, memiliki potensi dalam bidang olah raga, dsb.

PRINSIP KELIMA

Q.S AL ANFAL : 72, 74 – 75


”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan terhadap orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Anfal: 72)


”Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki yang mulia. Dan orang-orang yang beriman setelah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu, maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”(Al-Anfal: 74-75)

Termasuk langkah awal dalam proses rekrutmen dan pembentukan kader adalah organisasi dakwah harus mampu melakukan pengklasifikasian obyek dakwah yang akan menjadi mad’u. Dalam ayat ini ALLAH membagi orang beriman dalam lima bagian:

1 . Beriman, berhijrah bersama nabi dan berjihad

2 . Memberi perlindungan kepada mereka yang berhijrah

3 . Yang tidak berhijrah

4 . Berhijrah dan berjihad kemudian

5 . Beriman dan mempunyai hubungan kerabat

Mengklasifikasikan obyek dakwah digunakan untuk efektifitas dan efisiensi pencapaian target dakwah, treatment, metode dan sarana yang diperlukan tergantung dari klasifikasi ini, misalnya obyek dakwah lulusan pesantren berbeda cara pendekatannya di banding dengan sekolah umum, begitu pula untuk calon mad’u yang ketika SMA sudah bersinggungan dengan akfitas dakwah, lulusan MAN, mahasiswa yang hanif, preman, senang maksiat, dsb


PRINSIP KEENAM

Q.S AL ANFAL : 61 – 62


”Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin.”

Salah satu hal dalam memperlancar kesuksesan dakwah yaitu menghindari sikap konfrontatif dan cenderung kepada perdamaian. Tidak menjadi masalah ketika sikap kita yang demikian menjadikan batu loncatan musuh islam untuk melakukan tipu daya, karena Allah berjanji akan senantiasa melindungi dan memberikan pertolongannya. Dalam konteks organisasi sudah sepantasnyalah sikap ini harus senantiasa digaungkan, karena memang lebih utama bersikap demikian terhadap saudara kita sesama muslim sekalipun berbeda organisasi, ketimbang kepada musuh islam. Misalnya : dalam lingkungan kampus, gerakan islam berusaha membangun sinergitas dengan organisasi keislaman yang ada, hindari sikap yang mengundang konfrontasi, dsb


PRINSIP KETUJUH

Q.S AT TAHRIM 10


”Allah membuat istri Nuh dan istri Lut perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh diantara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya),”masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”.

Salah satu alasan yang digunakan untuk tidak ikut berputar dalam poros dakwah adalah karena alasan keluarga, baik itu karena dilarang, masalah ekonomi, keluarga belum baik (keluarga dulu donk, baru orang lain) dll. Ayat menjadi jawaban terhadap masalah keluarga yang sering dijadikan penghambat aktivitas dakwah.


PRINSIP KEDELAPAN

Q.S AT TAHRIM : 11 & AL MU’MIN : 28


“DanAllah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata,”Ya Tuhan-ku bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim”.

“Dan seorang laki-laki yang beriman diantara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata.”apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan , ‘Tuhanku ialah Allah’ padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhan-mu. Dan jika ia seorang pendusta naka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.”Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.”


Sikap para aktivis dakwah yang harus dihindari adalah memvonis seseorang bahwa orang ini tidak berbakat untuk bergabung dalam dakwah ”nggk bakalan dia masuk islam, sebelum ontanya masuk islam”. Segala kemungkinan pasti ada dan Allahlah yang membolak balik hati manusia, dalam ayat ini menerangkan bahwa di lingkungan sejelek apapun (fir’aun) masih ada kemungkinan munculnya aset dakwah yang memperjuangkan islam (istrinya), sistem seburuk apapun, perangai seberingas apapun tidak serta merta menjadikan justifikasi bahwa orang itu mustahil bisa menerima dakwah.


PRINSIP KESEMBILAN

Q.S AL AN’AM : 108


”Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah , karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka, kemudian kepada Tuhan merekalah mereka kembali, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahuku mereka kerjakan.”


Dalam ayat ini Allah menerangkan tentang pelarangan memaki sembahan orang kafir, yang secara substantif adalah munculkan asas saling menghormati dan toleransi. Terhadap kaum kafir kita dianjurkan untuk saling menghormati dan toleransi, apatah lagi jika sesama gerakan islam, mestinya lebih dari itu.


PRINSIP KESEPULUH

Q.S ALI IMRAN : 146 – 147


”Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang bersabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan, ”Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”


Ayat ini memiliki tiga kandungan:

1 . Bahwa nabi didampingi oleh kader – kader mujahid yang banyak

2 . Kader yang membersamai perjuangan nabi memiliki kualitas yang kokoh

3 . Para mujahid tersebut menyadari kelemahan – kelemahan dan kesalahan dirinya dan memicu diri untuk bangkit menjadi yang terbaik atas bantuan Allah

Dalam konteks kaderisasi, ayat ini mengisyaratkan 3 sasaran kaderisasi:

A . Pertambahan jumlah

B . Peningkatan kualitas

C . Pembangunan kompetensi

Dari ayat ini dapat dilihat bahwa dalam sebuah organisasi selain faktor kuantitas yang perlu menjadi perhatian juga segi kualitas; keseimbangan kuantitas dan kualitas, dengan memanfaatkan support sistem yang dibuat organisasi ataupun tarbiyah dzatiyah (diri sendiri) dalam rangka up great kompetensi.


PRINSIP KESEBELAS

Q.S YUSUF : 108


”Katakanlah, ”Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”


Dalam ayat ini menjelaskan tentang beberapa asas dakwah dan kekuatan dakwah. Asas dakwah, pertama Minallahi (dari Allah) apa yang di dakwahkan oleh kader dakwah haruslah dipastikan bersumber dari Allah SWT. Kedua Illahi (kepada Allah) seruan dakwah yang dilakukan semata – mata hanya mengajak kepada Allah, bukan organisasi, partai, lembaga apalagi individu. Ketiga Lillahi (untuk Allah) segala aktivitas dakwah yang dilakukan murni hanyalah untuk Allah SWT, bukan untuk jabatan, pujian, kemuliaan (popularitas), harta, dan segala pernak – pernik dunia. Inilah yang dinamakan perjuangan Rabbani. Kekuatan dakwah dapat dilihat dari seberapa kokoh manhaj yang digunakan, soliditas pemimpin dan jama’ah serta kedisiplinan dalam menjalankan dan mengikuti kebijakan dan keputusan dakwah.


PRINSIP KEDUABELAS

Q.S MUZAMMIL : 1 – 7


1. Hai orang yang berselimut (Muhammad), 2. Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya), 3. (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperduanya itu sedikit, 4. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. 5. Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. 6. Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih tepat (untuk khusuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. 7. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunya urusan yang panjang (banyak).


Tiga kekuatan yang harus dimiliki para mujahid dakwah:

1 . Kekuatan mental, ketika menghadapi serangan intrinsik berupa perasaan dalam diri bahwa ini adalah amanah dan harus dipertanggungjawabkan. Begitu pula saat adanya serangan ekstrinsik dengan adanya ancaman, hambatan, tantangan, tribulasi, pelecehan sampai mungkin harus mengorbankan nyawa.

2 . Kekuatan rohani, menjaganya dengan sholat malam, baca qur’an, memperbanyak dzikir dan amalan harian. Hal ini diharapkan adanya energi keseimbangan dalam gerak transformatif dan transendental, kadang kita melihat banyak aktivis dakwah yang terlalu semangat bergerak dalam aktivitasnya, namun lupa memberikan santapan rohani untuk dirinya sendiri, tilawah jarang, QL apalagi, dzikir pagi petang (mendingan tidur), amal yaumiyah (nunggu kalau di cek oleh MR), ibarat lilin berusaha menerangi orang lain namun dirinya sendiri terbakar, na’udzubillahi min dzalika. Alangkah lebih baiknya jika kita seperti sahabat ” seperti prajurit pada siang hari dan rahib di malam harinya”, disinilah dituntut keseimbangan antara ruang tarbiyah dan ruang aktivitas dakwah.

3 . Kekuatan karakter, perlunya sikap raja (mengharap hanya kepada Allah, jangan terlalu banyak bergantung kepada manusia) dan Khauf (hanya takut kepada Allah), kedua sikap ini akan mendorong para aktivis dakwah memiliki kredibilitas moral (akhlakul karimah).




PRINSIP KETIGABELAS

Q.S AT TAUBAH : 71


”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


Ayat ini mengajarkan kepada setiap gerakan dakwah agar senantiasa membangun jaringan yang sinergis untuk mendukung proyek – proyek kebaikan. Organisasi islam saling membantu selama masih dalam koridor keimanan tanpa memandang apakah organisasi itu kompetitor kita atau bukan, ketika sebuah organisasi melasaknakan proyek kebaikan maka sudah selayaknya untuk didukung baik secara materi, tenaga dan pikiran, kebaikan adalah proyek kita bersama walaupun berbeda pakaian gerakan.


PRINSIP KEEMPATBELAS

Q.S TAHA : 29 – 35


29. Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, 30. (yaitu) Harun, saudaraku, 31. teguhkanlah dengan dia kekuatanku, 32. Dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, 33. Supaya kami banyak bertasbih kepada engkau, 34. Dan banyak mengingat engkau, 35. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui (keadaan) kami.


Kadang – kadang aktivis dakwah mengalami masa yang namanya pasang surut konsentrasi spirit atau sering dikenal dengan istilah futur, oleh sebab itu Allah menggambarkan dalam ayat ini kisah Nabi Musa dan Harun. Aktivis dakwah membutuhkan sosok ”Harun” yang selalu menemani Nabi Musa, entah siapakah yang jadi ”Harun”, kita ataukah sahabat kita. Pilihlah sahabat yang mampu menjadi sosok ”Harun”, memberikan pasokan energi ketika dia dekat dengan kita, senantiasa bersama dalam setiap amal kerja kita (Nabi Musa selalu ditemani oleh Harun sekalipun harus menghadapi fir’aun dan dalam setiap perkara yang dilakukan oleh Nabi Musa), dia tidak akan pernah membiarkan temannya kerja sendirian dalam dakwah, saling mentarbiyah dan berlomba – lomba dalam kebaikan, serta saling motivasi, membantu dan tazkirah (mengingatkan kepada Allah).



PRINSIP KELIMABELAS

Q.S AN NASR : 1 – 3


1. Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, 2. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, 3. Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhan-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima Tobat.

Tolak ukur kemenangan dakwah bukanlah sekedar data statistik atau laporan dari lembaga survey, namun lebih ke arah kesan dan sumbangannya kepada manusia seberapa besar dakwah memberikan kesan dan manfaat terhahap permasalahan riil masyarakat, ketika dakwah mampu memberikan kesan positif terhadap masyarakat maka itulah kemenangan dakwah. Dalam ayat ini kata nasr mendahului fath, artinya hanyalah dengan pertolongan Allah kemenangan dakwah akan tercapai, pertolongan Allah akan turun ketika wasilah, sarana, program dan seluruh aktivitas organisasi dakwah senantiasa sesuai dengan bingkai Al qur’an dan sunnah serta energi yang dikeluarkan telah mentok (optimal), mafhum mukhalafahnya (pemahaman terbalik) adalah nasr tidak akan turun saat masih terjadi penyimpangan dalam setiap langkahnya. Allah mengajarkan untuk selalu mengingat dalam dalam setiap kesuksesan, ketika target – target dakwah tercapai, dimudahkan dalam setiap pelaksanaan program ataupun ketika susah, kegiatan yang dipersulit, dinamika organisasi yang semakin tidak teratur, hambatan dan tantangan dalam menjalankan program dll. Perlunya evaluasi (muhasabah) baik secara organisasi maupun individu, sudahkah organisasi dan individu menjalankan roda organisasi sesuai dengan keinginan Allah? Mengapa pertolongan Allah terasa begitu jauh? Evaluasi dan evaluasi.


PRINSIP KEENAMBELAS

Q.S AT TAUBAH : 122


”Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semua (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”


Pelajaran dari ayat ini adalah tentang pembagian tugas yang jelas (job description), sesuai dengan potensi, bakat dan perannya dalam wilayah aktivitas tertentu. Ada tiga tugas yang dilukiskan dalam ayat ini, pertama orang yang pergi berjihad di medan perang, kedua orang yang mendalami ilmu agama, dan ketiga orang senantiasa memberi peringatan. Setidak sebuah organisai memiliki kader-kader yang mampu memainkan peran pada tiga posisi ini, tergantung dimana potensi atau penempatannya, yaitu pertama kader penggerak, kedua kader konseptual, dan kader penentu kebijakan.


PRINSIP KETUJUHBELAS

Q.S AT TAUBAH : 44 – 46


44. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mengetahui orang-orang yang bertaqwa. 45. Sesungguhnya yang hanya akan meminta izin kepadamu adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. 46. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka meyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka, ”Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu”.


Militansi dan mobilitas aktivis dakwah berbanding lurus dengan nilai ketaqwaannya, salah salah parameter yang digunakan untuk mengukur ketaqwaan adalah sejauh mana jihad (kesungguhan) dalam melakukan manuver dakwah di setiap waktu, kondisi, situasi dan di manapun. Muncul sebuah fenomena di kalangan kader dakwah yang selalu mencari alasan untuk tidak ikut terus berputar dalam poros dakwah, dengan berbagai macam alasan yang sebenarnya tidak substantif, Allah mencela orang-orang seperti ini dengan ancaman tidak akan memiliki prinsip hidup dan karakter, serta kepribadian karena selalu berada dalam keraguan. Agar kita tidak termasuk dalam golongan yang demikian diberikanlah solusi yaitu dengan persiapan, bukti kesungguhan kita adalah sebesar apa persiapan kita, baik dari sisi fisik, akal dan ruh.


PRINSIP KEDELAPANBELAS

Q.S AT TAUBAH : 128 – 129


”Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”.


Ayat ini mengajarkan kepada para kader dakwah, untuk peka terhadap penderitaan orang lain, masalah-masalah riil yang dihadapi masyarakat semisal penghasilan, kerja, pendidikan dll, kader proaktif (dengan dua cirinya;sensitif dan inisiatif) melihat dan menangani problem ini. Para kader dakwah membenamkan dalam otak bawah sadarnya, besar keinginan kita agar setiap muslim yang kita kenal ataupun tidak bisa bersama dalam syurga;reuni di dalam syurga, maka menjadi spirit tersendiri agar selalu menularkan kebaikan kepada siapapun, ajak untuk bersama-sama dalam kebaikan, lebih menyentuh problem spritual masyarakat. Satu hal yang lain yaitu menuntaskan masyarakat dari problem emosional (akhlaq), dalam ayat ini dituliskan dengan kalimat amat belas kasihan dan penyayang. Jika semua telah terlaksana dengan baik maka pasrahkanlah kepada sang penggenggam masalah yaitu Allah Swt.


PRINSIP KESEMBILANBELAS

Q.S AT TAUBAH : 92 – 93


”Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, ”Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu”, lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang mereka nafkahkan. 93. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka).”


Prinsip menjemput bola dalam dakwah perlu terus dgulirkan dalam lingkaran dakwah, tidak harus menunggu, sekalipun kekurangan sarana dan fasilitas, lakukan apa yang bisa dilakukan karena kader telah membai’at dirinya untuk selalu melakukan ”perniagaan” dengan Allah Swt, hidup ini hanyalah proses jual beli diri kita dalam mencari ridha-Nya dan meninggikan kalimat tauhid di alam ini dengan dakwah (hidup untuk dakwah)

PRINSIP KEDUAPULUH

Q.S AL KAHFI : 71 & 79


71. Maka berjalanlah keduanya hingga keduanya menaiki perahu, lalu khidir melubanginya. Musa berkata,”Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.”

79. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakan bahtera itu , karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merempas tiap-tiap bahtera.”


Ayat ini menceritakan tentang kisah Nabi Musa dan Khidir, pelajaran apa yang bisa diambil? Pertama belum tentu pekerjaan orang lain yang kita anggap jelek itu, menurut anggapannya jelek pula (selama masih dalam lingkup syari’ah), oleh karena itu perlu adanya komunikasi dengan pihak yang bersangkutan agar mendapatkan kejelasan tindakan yang dilakukannya, jangan langsung memvonis bahwa itu salah, boleh jadi ia memiliki akar pijakan pemikiran yang lebih kuat dari apa yang sebatas pengetahuan kita. Kedua mendahulukan mashlahat dari pada mudharat, atau jika dua mudharat saling bertemu, maka ambillah mudharatnya yang lebih kecil, atau manfaatnya lebih besar (Nabi Khidir memilih merusak kapal daripada kapalnya dicuri oleh pembajak, selain itu untuk menghindari konfontasi selagi masih ada alternatif jalan lain).


PRINSIP KEDUAPULUH SATU

Q.S AL ANFAL 25, 33 & HUD 117


”Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang dzalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”

”Dan Allah sakali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang meeka meminta ampun.”


”Dan Tuhan-mu sekali-kali tadak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Berterimakasihlah kepada para aktivis dakwah wahai koruptor, pelaku maksiat, penguasa yang dzolim dan seluruh manusia, karena dengan aktivitas mereka yaitu dakwah dapat menjadikan ”payung” dari azab Allah, rahmat Allah melingkupi apapun termasuk untuk para pengemban dakwah, sehingga Allah belum mengazab suatu bangsa selama masih ada suatu kaum yang mengajak kepada Allah, yaitu para kader dakwah (banggalah kalian para kader dakwah), jika saja mereka tahu, jika saja masyarakat paham, bukan hal yang mustahil dakwah ini akan semakin banyak yang toleran dengan aktivitasnya, simpati dengan programnya, cinta dengan para pengembannya, dan menjadi pendukung, bergerak bersama dalam dakwah ini.


PRINSIP KEDUAPULUH DUA

Q.S AL BAQARAH : 249


”Maka tatkala Talut keluar membawa tentaranya, ia berkata, ”Sesunggunya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka ia adalah pengikutku”. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala tTalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata, ”tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya”. Orang-oang yang myakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ”Bearapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Daurah menjadi hal yang penting dalam organisasi dakwah, karena menusia memang pada hakikatnya dalam tingkatan yang berbeda-beda (al insyiqaq : 19), ada daurah tahap pertama, kedua, ketiga dan seterusnya melalui sistem yang telah terpola. Hal ini dilakukan dengan tujuan, pertama sebagai proses tarbiyah, dua untuk melihat potensi kader guna pembentukan dan penempatan kader sesuai dengan kelayakan dirinya dalam tugas yang akan dibebankan, tiga filtrasi atau purifikasi organisasi, melihat jenjang kader pada setiap tingkatannya (AB1,AB2 dan AB3) akan terlihat siapa yang sungguh-sungguh dan siapa yang ”terlelap” dalam zona nyaman, karena semakin besar kekuatan akan semakin besar pula tanggung jawab yang dipikul. Yang dibentuk dalam hal ini adalah aspek iman, komitmen (afektif), fisik (psikomotorik), dan kepahaman (kognitif), wilayah-wilayah inilah yang menjadi sasaran utama daurah.


PRINSIP KEDUAPULUH TIGA

Q.S HUD : 112


”Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”


Ada beberapa hal yang dapat menguatkan sebuah organisasi dakwah yaitu, komitmen (istiqamal), kejelasan manhaj/ideologi (sebagaimana yang engkau perintahkan yaitu islam), kekuatan akhlaq/spritual (taubat), soliditas jama’ah (yang bersama kamu), disiplin dala menjalankan roda organisai ( tidak melampaui batas), muraqabah dalam konteks organisasi ditandai dengan adanya fungsi pemantauan baik sistem maupun SDM, up date data personel segi kualitas dan kuantitas, up great guna pembersihan organisasi dari celah-celah kelancaran gerak organisasi, jika hal yang demikian telah terpatri dalam sebuah organisasi maka itulah yang disebut dengan kesholehan organisasi.


PRINSIP KEDUAPULUH EMPAT

Q.S AL ISRA : 106 & AL FURQAN : 32


“Dan Al-Qur’an itu telah kami turunkan denga berangsur-angsur agar kamu membacakanya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.”


“Berkatalah orang-orang yang kafir, “Mengapa Al-Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali saja?” Demikianlah supaya kami perkuat hatmu dengannya dan kami membacakanya secara tartil.”


Mengajarkan perlu adanya tahapan dalam dakwah, dan harus disadari oleh para kader dakwah, bahwa dakwah tidak semudah membalikkan telapak tangan, dakwah bukanlah pohon yang seketika itu berbuah saat ditanam namun perlu dipilihkan tanah, bibit yang unggul, kemudian dirawat, dipelihara, dibentuk, diberi pupuk,disiram, terus dan terus menunggu sampai saatnya berbuah, dan itupun masih menunggu sampai buahnya masak kemudian dipanen, itulah dakwah, perlu ada tahapan dalam bentuk perencanaan, tahap pertama, kedua dan ketiga masing-masing memiliki target yang jelas, buat kalender tahapan dakwah yang sistematis dan terukur.


PRINSIP KEDUAPULUH LIMA

Q.S ASY SYU’ARA : 10 – 15


10. Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu menyeru Musa (dengan firman-Nya), “Datangilah kaum yang zalim itu, 11. (yaitu) kaum Fir’aun. Mengapa mereka tidak bertaqwa?” 12. Musa berkata, “Ya Tuhan-ku sesungguhnya aku takut mereka kan mendustakan aku. 13. Dan (karenanya) sempitlah dadaku dan tidak lancarlah lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. 14. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.” 15. Allah berfirman, “Jangan takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat kami (mukjizat-mukjizat); sesungguhnya kami bersamamu mendengarkan (apa- apa yang mereka katakan).

Begitu banyak dinamika yang sering menimpa aktivis dakwah, namun yang paling dominan adalah persoalan perasaan, bagaimana memenej perasaan? Ketika terjadi perbedaan dengan person dalam sebuah organisai, pengucilan dalam jama’ah dakwah, ketidakrukunan internal para kader dakwah, dan masih banyak persoalan internal yang sering lebih menyerang ke arah perasaan. Apa yang diajarkan ayat ini? Ketika aktivis dakwah diberika suatu amanah sering kita mendengar terlontar ucapan’saya tidak mampu’saya belum sanggup’belum saatnya’ dll, Allah mengajarka kepada kita dengan kisah Nabi Musa yang diberikan tugas untuk menghadap fir’aun (adakah resiko yang paling berat, dibanding tugas ini), namun Nabi Musa menerima tugas ini meskipun diliputi kekalutan perasaan dan itu adalah manusiawi dalam level apapun, Nabi Musa tidak mencari alasan untuk menolak tugas yang berat ini, yang diminta Nabi Musa adalah bantuan dan pertolongan Allah, mencari solusi dengan mengadu kepada Allah, bukan meminta untuk dibebas tugaskan dari amanah, semakin dekat dan semakin dekat dengan Allah.


PRINSIP KEDUAPULUH ENAM

Q.S YUSUF : 55 – 56


“Yusuf berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan. Dan demikianlah kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat kami kepada siapa yang kami kehendaki dan kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik”.


Bolehkah menawarkan diri untuk suatu jabatan dalam lingkup dakwah? Secara umum islam melarang untuk meminta apalagi berambisi dalam menduduki sebuah jabatan, namun ayat ini memberikan pengecualian yang dicontohkan oleh Nabi Yusuf yang meminta jabatan kepada raja mesir untuk dijadikan bendahara seraya memuji dirinya sendiri, tentunya dengan beberapa persyaratan yaitu, pertama orang itu yakin bahwa dia layak dan memiliki kemampuan, kedua untuk menjauhkan agar jabatan tersebut tidak jatuh ke orang yang dzalim, ketiga melihat mashlahat lebih besar atau mudharat lebih kecil, dan yang paling penting adalah semua dilakukan untuk kepentingan dakwah bukan personal. Ada hukum lain lagi dalam ayat ini yaitu seseorang bisa memuji dirinya sendiri, untuk tujuan dakwah bukan yang lain dengan maksud agar obyek dakwah menjadi yakin dan tsiqah, bagaimana mungkin mad’u akan yakin dan tsiqah kepada kita, jika kita sendiri tidak yakin, percaya dir dan tsiqah dengan kemampuan kita.


PRINSIP KEDUAPULUH TUJUH

Q.S AS SYURA : 14


“Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datangnya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhan-mu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka al-kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggungcangkan tentang kitab itu.”


Ayat ini menceritakan tentang sebab perpecahan yaitu adanya penyakit hati (dengki), yang memunculkan sikap memandang remeh orang lain, mengkritik buta, memboikot, merancang untuk menjatuhkan, meghukum dan labelisasi (untuk lebih rincinya buka Q.S Al Hujurat, membangun soliditas organisasi). Solusinya dengan tazkiyatun nafs (mensucikan jiwa) menggunakan intrumen ibadah dan tarbiyah.




PRINSIP KEDUAPULUH DELAPAN

Q.S AS SAJDAH : 24


“Dan kemi jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.”

Beberapa sifat pemimpin diantaranya, satu memberi petunjuk (mampu mengayomi, mempengaruhi dan menenangkan hati) butuh ilmu kemanusian, dua sabar saat menghadapi persoalan organisasi, dinamika anggota organisasi, eksternal organisasi mapun yang secara halus semestinya membutuhkan kesabaran yaitu tetap pada kerja jama’ah, hindari kerja individu sekalipun nafsu memberontak karena kerja jama’ah terlalu lambat, ini tidak perlu dimusyawarahkan; kelamaan;kapan kerjanya dll,semuanya butuh kesabaran yang konkrit maupun abstrak, butuh ilmu manajemen dan kepengurusan, tiga yakin dengan apa yang diperjuangkan, memiliki visi dan misi yang jelas, butuh pemahaman terhadap ilmu ayat-ayat Allah.


PRINSIP KEDUAPULUH SEMBILAN

Q.S AL IMRAN : 64


“Katakanlah, “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.”Jika mereka berpaling , maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”


Memulai mendekati obyek dakwah dari titik persamaan dan saling berkomunikasi dengan gerakan lain dari titik-titik persamaan, hilangkan segala perbedaan yang sebenarnya tidak substansial, gali dan cari persamaan-persamaan, perbesar volume persamaan dan ciutkan volume perbedaan, perbedaan pasti ada karena itu adalah fitrah dan sunnatullah namun yang diperlukan adalah kecerdasan dalam menghadapi perbedaan, selama ia masih muslim, apapun “pakaian” yang dikenakannya ia saudara kita. Persamaan frekuensinya hati lebih memudahkan dai untuk menembus “radio” hati mad’unya, bangunlah persamaan, mudahan-mudahan umat islam akan bersatu.


PRINSIP KETIGAPULUH

Q.S AN NAML : 15 – 19


15. Dan sesungguhnya kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan, ”Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hamba-Nya yang beriman”. 16. Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata, ”Hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata”. 17. dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia, dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). 18. Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah sesekor semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”. 19. Maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, ”Ya Tuhan-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”


Menceritakan kisah Nabi Sulaiman a.s, watak seorang aktivis dakwah diantaranya, penuh dengan kedisiplinan (burung hud-hud), senantiasa mengingat Allah dalam kondisi apapun, tawadhu (yang kuat tidak menyepak yang kecil;semut), balas budi ingat terhadap orang yang membantu”nila setitik tidak merusak susu sebelanga” utamakan asas kasih sayang (ibu dan bapak), kemauan kuat tetap pada orientasi dakwah, tidak melenceng hanya karena persoalan pribadi, organisasi apalagi materi. Allah ghoyatuna, ada atau tidak ada orang lainpun yang peduli dengan dakwah ini, maka kita akan tetap bergerak meskipun hanya sendirian, karena kita bekerja bukan untuk organisasi dan bukan untuk seseorang, tapi satu hal yang perlu ditanamkan bahwa kita bekerja hanya untuk Allah Swt.

Diskusi kaderisasi


27 November’07


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima Kasih banyak ya kang.. sangat mencerahkan :)

Iqra'

  • Petunjuk jalan
  • Paradigma Alqur'an
  • Menuju jama'atul Muslimin
  • Laskar pelangi
  • Dakwah salafiyah dakwah bijak
  • Benturan Peradaban