Sabtu, 23 April 2011

Mengembangkan kemampuan berpikir (part 2)

Pernahkah anda bertanya “apakah kita mampu mencapainya?” pertanyaan itu sering muncul saat kita membuat misi, entah misi pribadi maupun misi organisasi. Seperti halnya ketika kita membaca biografi orang-orang besar, yang pertama kali kita rasakan adalah apakah aku memiliki persyaratan untuk menjadi seperti mereka?
Hambatan yang paling besar dalam diri seseorang untuk menjadi orang besar yaitu ketidakyakinan diri akan kemampuannya. Misalnya saat dia berkata, “Dia bisa begitu karena cerdas” atau “saya tidak bisa begitu karena saya tidak cukup cerdas”. Siapa yang membatasi kemampuan kita? bukankah Allah telah memberikan jaminan kepastian bahwa Dia (Allah) tidak akan memhamparkan volume aktivitas kecuali sesuai dengan kadar kemampuan kita? firman Allah, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. Tidak akan pernah ada malaikat yang membocorkan rahasia dengan berkata, Hai Abdi kamu punya kapasitas 100 makanya jangan dipaksakan menjadi 1000, atau Hai Abdi, kamu itu punya kapasitas 100, jangan hanya gunakan 50 berarti kamu itu bodoh. Tidak akan pernah ada informasi seperti itu, kita tidak akan pernah tahu kapasitas kita. lantas apa yang mesti kita lakukan?
Seseorang pernah berkata, “Never put any limitation since you want to starting something. But if you have done you now your limitation”. Janganlah anda pernah membuat batasan pada saat anda pertama kali memulai, tapi kalau kita sudah mengerjakannya, anda akan tahu batas Anda yang sebenarnya. Jadi yang terpenting adalah optimalisasi diri, mengoptimalkan kemampuan kita untuk melakukannya. Allah berfirman, “bertaqwalah seoptimal mungkin”.
Pernahkah anda mendengar analogi ini rezki itu seperti 3 buah kendi, adan ukuran kecil, sedang dan besar. Kalau ukuran kendi anda kecil, maka air yang dapat anda tampungpun hanya sedikit, walaupun anda memaksakan mengisi dengan air, hanya akan tumpah kemana-mana. Namun beruntunglah jika kita memiliki kendi yang besar, jika diisi air maka akan bisa menampung banyak. Tapi, kita tidak pernah tahu ukuran kendi kita, apakah saya mempunyai kendi kecil, sedang atau besar? Apakah anda mempunyai kendi yang kecil? Tidak ada yang tahu, yang harus kita lakukan adalah kerjakan saja semaksimal mungkin. Ketika sudah sampai pada satu titik, itulah batasan kita yang sebenarnya.
Oleh karena itu sahabat, kita perlu mengetahui lebih dalam lagi tentang kemampuan kita dan apa yang harus kita lakukan untuk mengembangkannya. Orang-orang besar yang selama ini kita kenal dalam sejarah dunia, pada awalnya pun bukanlah orang yang cerdas pada awalnya, tetapi mereka cerdas di tengah jalan, yang membedakannya adalah mereka mampu mengenal kemampuan dan mengembangkannya. Untuk melakukan hal tersebut, kita perlu mengetahui hierarki kepribadian kita dan melakukan perubahan secara mendasar, ingat, secara mendasar alias mengakar bukan hanya perubahan yang semu. Jika hari ini anda berubah, maka perubahan itu akan menetap selamanya. Lantas apakah akar perubahan yang mendasar itu? Akar yang paling dalam dari kepribadian seseorang ada pada pikirannya.
Pikiran itu seperti tanah yang subur, seperti halnya seorang petani akan memanfaatkan tanah yang subur itu untuk menumbuhkan berbagai macam tanaman yang “menghidupkan” manusia, berupa kesejukan, kebahagian dan nilai guna. Untuk itu petani memerlukan bibit, kemudian menyiramnya, membersihkannya, merawatnya, mengembangkannya, dan menggunakannya. Dalam ilmu pertanian kita mengenal bahwa tidak semua tanah cocok untuk setiap bibit tanaman, contoh tanah pada dataran rendah tidak cocok untuk tanaman tertentu atau tanah yang basah di dataran tinggi tidak cocok untuk tanaman tertentu. Sama seperti halnya pikiran, memerlukan bibit yang tepat, bibit adalah apa yang kita tanam dalam pikiran kita, ia bisa tumbuh menjadi motivasi dan berkembang menjadi perilaku. Kita tidak dapat menanam bibit pada tanah yang kita miliki, kita harus mengenal bibit yang paling cocok dengan tipe tanah yang kita miliki. Tidak ada perubahan yang paling mendasar kecuali kita merubah struktur pemikirannya terlebih dahulu.
Anda pasti akan sepakat dengan saya, bahwa prestasi dan kesuksesaan tidak ditentukan oleh kecerdasan IQ 150 (sangat jenius) tapi oleh ketekunan. Tidak ada sesuatu yang terjadi di luar dari apa yang kita pikirkan. Kita tidak akan pernah mencapai prestasi besar jika prestasi tersebut tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Sama halnya, kita tidak akan pernah melakukan sesuatu yang monumental dalam hidup, jika sesuatu yang monumental itu tidak pernah ada dalam rekaman pikirannya kita. lihatlah para arsitek sebelum membangun rumah, apakah yang muncul terlebih dahulu? Ya, pikiran tentang rancangan model rumah, kemudian dia menggambarnya dan setelah itu mulai merealisasikannya ke alam di luar pikiran. Oleh karena itu aspek pikiran inilah yang harus kita tata terlebih dahulu.
Ingat, ayat apa yang pertama kali disampaikan kepada Rasulullah? Allah berfirman, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Iqra’, bukalah mata anda, bukalah pintu hati anda, bukalah pikiran anda, dan lihatlah apa yang ada di sekeliling anda. Belajarlah menyerap, menyimpan, mengelola dan kemudian mencipta. Inilah yang ingin Allah ajarkan pertama kali kepada rasulullah, iqra. Oleh karenanya Muhammad Saw yang tadinya hidup sebagai pengembala kambing, menjadi manusia yang paling keren, pemimpin umat manusia hanya dalam masa pembinaan 22 tahun, 2 bulan 22 hari. Umar bin khattab menjadi sahabat yang di akui kecerdasan dan keberaniannya oleh masyarakat barat dan timur, begitu juga yang membentuk Abu bakar menjadi manusia yang terjujur selalu membenarkan rasulnya dan lemah lembut akhlaqnya serta terkeras sikapnya saat ajaran nabi dilecehkan, lihat juga sahabat Bilal bin rabbah menjadi manusia yang terhormat dan mulia yang sebelumnya dia hanyalah seorang budak. Apakah semua itu? Iqra’, rubahlah pikiranmu dan lihatlah apa yang terjadi, merubah pikiran berdasarkan prinsip-prinsip yang telah Allah ajarkan melalui Surat Al-‘alaq ayat 1-5, sebagaimana telah dipraktekkan oleh para sahabat dengan bimbingan Rasulullah Saw. Wallahu a’alam.

Tidak ada komentar:

Iqra'

  • Petunjuk jalan
  • Paradigma Alqur'an
  • Menuju jama'atul Muslimin
  • Laskar pelangi
  • Dakwah salafiyah dakwah bijak
  • Benturan Peradaban