Secara bahasa shaum berarti al imsak, yaitu : Menahan diri untuk tidak melakukan atau mengucapkan sesuatu. (Q.S 19 : 26). Adapun secara terminologi shaum bermakna, Menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan perbuatan – perbuatan maksiat dengan niat ikhlas, dari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari (Q.S. 2: 187, 19: 26). Ibadah ini diwajibkan tahun ke-2 hijrah.
Jenis – jenis shaum
shaum wajib:
Puasa Ramadhan (Q.S. 2: 183) atau penggantinya/qadha (Q.S. 2: 184)
Puasa nadzar, yaitu: Janji kepada Allah swt, untuk berpuasa. (HR Abu Dawud)
Puasa Kiffarah, diantaranya karena melanggar sumpah atau haji tamattu’ (HR Jama’ah)
Shaum sunnah:
Puasa Senin – Kamis (HR Muslim dan Abu Dawud no. 7439)
Puasa enam hari di bulan Syawwal (HR Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i)
Puasa Arafah/puasa sembilan dzulhijjah (HR Muslim)
Puasa Ayyamil bidh, yaitu pada tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Qamariyah (HR Bukhari Muslim, Al-Lu’lu wal Marjan, no.418)
Puasa Asyura dan Tasu’a yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram (HR Bukhari Muslim)
Puasa di bulan Sya’ban (HR Nasa’i dan lain-lain)
Puasa di bulan-bulan Haram (suci) yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab tanpa mengkhususkan pada hari-hari tertentu (HR Abu Dawud no.2428; Ibnu Majah no. 1741 dan Nasa’i)
Puasa Daud, berpuasa selang – seling sehari setiap waktu (HR Bukhari Muslim)
Shaum Haram:
Puasa pada 2 hari Raya (HR Bukhari Muslim) dan hari Tasyrik: 11, 12, 13 Dzulhijjah (HR Muslim)
Puasa Wishal yaitu sampai lewat Magrib (HR Bukhari Muslim) seperti: Tapa, ngebleng, pati geni, ngalang, ngeplang, kungkum dan berbagai puasa bid’ah lainnya.
Puasa wanita yang haid atau nifas (HR Jama’ah)
Puasa yang membahayakan kondisi fisik (Q.S 2: 195)
Puasa sunnah wanita di rumah suami tanpa izin suami (HR Bukhari Muslim)
Shaum Makruh:
Puasa dengan mengkhususkan hari-hari tertentu tanpa sebab qadha’ (HR Ahmad dan Nasa’i), seperti 12 Rabi’ul awwal, 27 Rajab, Nishfu Sya’ban, dan lain-lain (Zadul Ma’ad dalam Al Qardhawi hal 186-188)
Puasa sepanjang masa (HR Bukhari Muslim)
Puasa hari Jumat (HR Bukhari Muslim) atau Sabtu (HR Muslim), jika tanpa sebab qadha’, tanpa ada puasa sebelumnya
Penetapan shaum Ramadhan
Shaum dihitung berdasar bulan qamariyah sehingga meringankan, sebab beredar pada empat musim, sehingga bergilir antara musim panas dan dingin, inilah salah satu hikmah penggunaan bulan Islam (QS. 2: 187)
Pertama, menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari atau melihat Hilal yang menunjukkan bulan Ramadhan dan menghisab jatuhnya bulan
Orang-orang ber-udzur Syar’i
Orang yang haram berpuasa dan wajib mengqadha’ yaitu Haid dan nifas (HR Muslim)
Orang yang boleh berbuka tapi wajib mengqadha’ yaitu:
Orang yang sakit. Artinya, sakit yang menyebabkan semakin parahnya sakit, jika ia berpuasa (baik berdasarkan percobaan dulu ataupun dengan rekomendasi dokter) dan orang yang sangat lapar/haus sehingga takut binasa
Orang yang safar dengan jarak sejauh:
Tidak ada (Ibnu Qayyim dalam zadul Ma’ad)
Tiga mil (Dahiyyah bin Khulaifah Al Kalby)
80 – 90 km. Walau safar tersebut dengan kendaraan modern (Majmu’ fatawa Ibnu Taimiyyah, juz-27 hal 210)
Orang yang boleh berbuka tapi wajib fidyah, yaitu: orang tua yang lemah, orang yang berpenyakit tidak ada harapan sembuh, pikun pekerja berat, orang yang selalu dalam safar seperti sopir (QS. 2: 186)
Orang yang hamil dan menyusui tapi harus mengqadha atau boleh fidyah (Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Sirin; Al Qardhawi Fiqih shiam hal.79)
Hal-hal yang tidak membatalkan puasa:
Muntah yang tidak disengaja (HR Bukhari)
Mandi, mencicipi makanan, kumur-kumur, menggosok gigi, bercelak, berendam dalam air, masuk air tidak sengaja, luka, suntik, dan sebagainya sepanjang tidak dengan sengaja menelan sesuatu tersebut. (Al Muhalla Ibnu Hazm juz-6 hal 300-301 dan Qardhawi fiqih shiam hal 104-105)
Mencium istri yang sah (bukan pacar) asal tidak dengan syahwat
Makan karena menyangka sudah maghrib (HR Shahih Al Baihaqi no.355)
Makan atau minum karena lupa (HR Jama’ah)
Dipaksa (HR Ibnu Majah, Hakim, Baihaqi dengan sanad sahih)
Boleh makan atau minum sedikit, jika belum sempat sahur sudah terdengan azan (HR Al Hakim dan di shahihkannya dan disepakati Adz-dzahabi, juz 1, hal. 426)
Sunnah-sunnah puasa Ramadhan
Mengakhirkan sahur (HR Muttafaq ’alaih) dan segera berbuka (HR Muttafaq ’alaih)
Memulai berbuka dengan beberapa kurma dan beberapa teguk air (HR Ahmad juz-3, hal 164; Abu Dawud hadits no 2356; Tirmidzi no. 696) atau dengan buah-buahan
Shadaqah dan memberi makan (QS 2: 184)
Memperbanyak tilawah Al Qur’an (QS 2: 185)
Memperbanyak dzikir (QS 2: 185)
Memperbanyak do’a (QS 2: 186)
Memperbanyak tarawih dan tahajjud (HR Bukhari Muslim) jumlahnya boleh 11, 13, 23, 39, 41 rakaat (Fathul Bari juz-5 hal 157) bahkan boleh lebih dari itu ( lih. Fatwa Ibnu Taimiyyah dalam fiqih shiam Al Qardhawi hal. 144-145)
I’tikaf di masjid terutama malam 20 Ramadhan ke atas (QS 2: 187)
Menanti Lailatul qadr (HR Bukhari Muslim , Al Lu’lu wal Marjan no. 724-726)
Menjauhkan diri dari kata-kata dan perbuatan maksiat (HR Bukhari Muslim, An Nasa’i, Ibnu majah dan Al Hakim dalam Al Mustadrak juz-1 hal. 431)
Hal – hal yang diperbolehkan ketika berpuasa :
Keluar sperma dan menyelam dalam air.
“ sungguh, aku telah melihat Rasulullah saw. Menimbakan air ke atas kepala sewaktu beliau berpuasa karena haus dan kepanasan.” (HR Ahmad, Malik dan Abu Dawud dengan sanad sahih).
“ Nabi saw, pada waktu subuh berada dalam keadaan junub, sedangkan beliau berpuasa, kemudian mandi.” (HR Bukhari dan Muslim)
Memakai celak dan meneteskan obat atau lain – lain ke dalam mata, baik terasa di kerongkongan maupun tidak, karena mata bukan merupakan jalan masuk ke rongga perut.
Anas berkata, bahwa ia memakai celak waktu berpuasa. Pendapat ini merupakan
Mazhab Syafi’i. Menurut cerita Ibnu Mundzir, juga Mazhab Atha’, Hasan, an-Nakha’i, Auza’i, Abu Hanifah, dan Abu Tsaur.
Berbekam.
Nabi saw, sendiri pernah berbekam padahal beliau sedang berpuasa. (Riwayat Bukhari). Akan tetapi apabila hal itu akan melemahkan orang yang berpuasa, maka hukumnya makruh.
Tsabit al-Banani bertanya kepada Anas,
“‘Apakah pada masa Rasulullah saw, berbekam itu dianggap makruh?’ Anas berkata, ‘tidak, kecuali apabila melemahkan.’” (HR Bukhari).
Mengenai pengambilan darah dari salah satu anggota tubuh, maka hukumnya adalah seperti berbekam.
Berkumur – kumur dan memasukkan air ke rongga hidung dengan syarat tidak berlebih – lebihan.
Laqith bin Shabrah meriwayatkan bahwa Nabi saw. Bersabda,
“ jika membersihkan rongga hidung, maka sampaikanlah sedalam – dalamnya, kecuali jika engkau berpuasa.” (HR ash-habus Sunan dan menurut Tirmidzi hadits ini hasan dan sahih)
Hal – hal yang membatalkan puasa dan wajib Qadha
Makan dan minum dengan sengaja.
Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa atau terpaksa, maka ia tidak wajib qadha dan kifarat.
” Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia meneruskan puasanya. Karena ia diberi makan dan minum olah Allah.” (HR Jama’ah)
Muntah dengan sengaja.
” Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi siapa yang menyengaja muntah, hendaklah ia mengqadha.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Daruquthni, juga Hakim yang menyatakan kesahihannya).
Haid dan nifas.
Walau hanya sebentar pada saat terakhir sebelum terbenam matahari. Dalam hal ini para ulama telah berijma’ tenteng membatalkannya.
Mengeluarkan mani atau sperma yang disebabkan oleh mencium atau memeluk istrinya maupun masturbasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar